Sabtu, 22 Maret 2014

Amy's Story: Tooth Fairy on Malika's Birthday




March 21st is my oldest daughter's birthday. She turned out 4 this year. Still a toddler, but I am not in a rush. I guess =P.

As her previously birthdays, I've spent my feeling and tought thinking about the birthday theme since a month ago. But as her previously birthday, things were just not happen as I wanted to be.

A week before Malika's birthday, I've received an annoucement from her school that there would be a dental clinic's visit on the same day of her birthday.  Hmm guess the idea of giving a free cupcakes decorating class students was no longer valid. And I need to add more mini cupcakes then. Well, just ten. That shouldn't be a problem.

Then, a day before the D-day, my sister told me that my mom got a vertigo. A condition where she would not able to do anything other than sleep. As the power button in the house, of course I started to wonder who would do her daily routines and above it all who would be the one that will take care of her. Well my mom lives with her husband and my second brother. But my father is ... A man? Well you know what I mean =) while my brother, he is also a man, but he is pretty know how to take care of her but he is an employee. So ... What else could be better that a stay at home mom with two kids who lives nearby? =)

That brought me to a conclusion. Need to go to Tebet early on Friday because it was a weekly shopping day. Usually on Friday my mom would start cooking things for the next week's menu. If she couldn't do it, it means there were nothing left to eat on Friday.

And it means, I won't have time to stay with Malika during the clinic visit. I tought it would not so hard to do, because I remember how she wasn't drop any tears when a doctor injected her, the last time we met a doctor. But, I was wrong.

From the 9-12 o'clock's schedule, I hitted Kalibata City again by 11 am. The teacher had texted me before and telling that Malika won't come to the check up without me. And when I got there, that birthday girl looked like a missing kid =D feeling so sad when she saw me and quickly ask me to carry her.

As you may guess, she didn't want to open her mouth though she cried. Why couldn't she do that on any other days before =)? I know her teeth were just fine. But the doctor needed to see it herself. Asking nicely, try to tease her with goodybags, and try to distract her attention with a woman dressed up like a tooth fairy, she still stayed on her decision. And after 15 minutes, the birthday girl who had just giving away a chocolate mini cake to all the kids at school, still refused to open her mouth and insisted me to go immediately to nenek's house. And off we go then.

"gusi gigi, gusi gigi, gusi gigi ..." Malika sang it while we were on our way to Tebet with a cab. She didn't cry anymore.
"I wasn't afraid of the tooth fairy, but I don't like when someone want to see something in my mouth," she said.
"Besides, she hasn't have any doll." she was comparing to her previously doctor's room.
Well, she didn't realise that the tooth fairy is the 'doll' function in this case. What can I say, she is not a princess' freak. Maybe next time.
Happy birthday, Malika.

Selasa, 18 Maret 2014

REVIEW: Seri Sepatu Dahlan, Buku Cerita Bergambar

Bukan bermaksud kampanye sih, tapi kebetulan memang baru sempat tulis reviewnya. Beneran. Dan siapa tahu saja, Pak Dahlan ga jadi ikut konvensi =)

Okelah, saya bicara apa sih? Well, Februari lalu saya mampir main ke kantor saya dulu. Lebih tepatnya sih tempat teman-teman sekantor saya dulu. (waktu mengundurkan diri, kantornya belum di situ). Alias ke markas Noura Books salah satu unit penerbitan Mizan. Dan yang menyenangkan dari mampir ke penerbitan adalah oleh-olehnya buku gratis. Hore! Setelah mengundurkan diri baru deh norak lagi ketemu buku gratisan =P.

Bukunya ada tiga. Buat Malika, Safir, dan Amynya tentu sajah. Mosok Amynya ga dapet. Apalagi saya kan memang penggemar cerita anak. Buku cerita anak bergambar seri Sepatu Dahlan dengan tiga judul: "Sepatu Idaman", "Mencuri Tebu", dan "Gembala Riang". Buah karya Iwok Abqary dan diilustrasikan oleh Gina. Buku cerita bergambar ini diinspirasikan oleh novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabhicara.

SINOPSIS
SEPATU IDAMAN adalah kisah Dahlan kecil yang mendambakan sepasang sepatu untuk ke sekolah. Jarak sekolahnya yang jauh, melintasi jalanan berbatu, kebun tebu, dan sawah yang berlumpur. Membuat Dahlan kerap diejek bebek karena kakinya yang lecet dan kotor. Apakah Dahlan mendapatkan sepatu idamannya?

Sumber Foto: www.mizan.com



MENCURI TEBU Dahlan kecil pulang sekolah, tetapi tidak ada siapa pun di rumah. Makanan pun juga tak ada. Padahal dia belum makan sejak pagi. Akhirnya perut lapar mendorongnya mengambil arit, dia ingin mencuri tebu. Tapi, mencuri itu kan dosa?


Sumber foto: noura.mizan.com



GEMBALA RIANG adalah kisah si Dahlan yang senang menggembala. Setiap hari sepulang sekolah dia akan membawa kambing-kambing merumput. Tapi, kali ini kambing hitamnya hilang! Bagaimana ini? Pasti Dahlan akan kena marah.

THREE MUSKETEERS & d'Artagnan
Harus saya katakan ada empat kekuatan dalam cerita ini. Pertama, sumber ceritanya. Jika cerita ini benar adanya, maka saya harus kagum pada ayahanda Dahlan Iskan. Saya ingat perkataan Alyssa Wahid tentang Gus Dur, "Bapak mungkin tidak selalu ada untuk kami, tetapi ketika beliau hadir perkataannya begitu membekas."

Itu pula yang saya rasakan saat membaca buku ini. Bagaimana perkataan bapaknya menjadi pengingat dan penuntun jalan Dahlan menjalani hidup yang tidak selalu mudah ini. Ini sejalan dengan yang dikatakan Mona Ratuliu sebagai founder komunitas Parenthink, anak yang dididik baik oleh orangtuanya akan menghasilkan sumber daya yang bebas korupsi. Hmmm ... Rada tema kampanye niy, but it's true.  

Kedua, tutur cerita. Iwok menyuguhkan cerita apik nan berima. Sudah lama saya tidak mendapat buku cerita anak berima sejak Buku Balita Mizan yang terakhir eksis sepuluh tahun lalu. Keunggulan dari sebuah cerita berima adalah penambahan perbendaharaan kata yang kaya bagi anak dan mudah untuk diingat bagi anak. Terlebih anak yang mudah belajar lewat musik.

Ilustrasinya menawan. Bukan ilustrasi gamblang tapi cukup halus untuk dicerna anak-anak. Rupanya setelah saya baca profilnya, ilustrasi Gina ini memenangkan penghargaan di ajang Singtel Asian Picture Book Award 2013. Nice.

Keempat adalah penerjemah bahasa Inggrisnya. Tidak mudah membuat cerita berima dan begitu pula menerjemahkannya dengan rima yang sama menariknya. Saat membacakan untuk anak, saya senyum-senyum membayangkan si willywonka ini mengerjakan naskahnya. Kata-katanya bersaing panggung dengan bahasa Indonesianya, padahal biasanya bagian bahasa Inggrisnya atau sebaliknya terlihat cupu atau tidak nyambung. Saya jadi penasaran proses kerjanya. Sayang, sewaktu mampir ke kantor lama itu saya bahkan lupa menyapa dirinya.

Yup, si willywonka ini adalah pengganti saya di kantor Noura Books alias Shera Sihbudi yang lulusan studi penulisan di Inggris (eh benar ga tuh?). Keren yak pengganti saya ini. Dan tulisan ini sedikit banyak untukmu, say. Sebagai permintaan maat dari saya karena khilaf tidak menegurmu saat berkunjung tempo hari.

Saya sendiri belum pernah baca novel Sepatu Dahlan. Bukan ... Bukan nunggu gratisan. Belum aja kok, hehehe ... But I will read it for sure. Karena sepertinya saya tidak akan ada kesempatan menonton filmnya yang sudah rilis ketika IBF kemarin.

"Amy baca Dahlan," pinta Malika dan Safir saat hendak tidur. Dan saya tersenyum membayangkan nama Dahlan berdampingan dengan nama Sofia, Cocomong, Chuggington, Thomas, dll di kepala mereka. Yah, anggaplah ini harta karun lokal =)

Senin, 17 Maret 2014

Undangan, antara Mengundang dan Diundang

Kata orang, orangtua dan anak yang memiliki karakter serupa biasanya sering terlibat perdebatan. Saya dan mama saya contohnya. Dan salah satu topik yang saya gemas untuk berdebat dengannya adalah soal undangan.

Oleh karena sistem matriarkat di Minang, mama saya menjadi semacam orang yang dituakan secara adat. Bako istilahnya. Fungsi bako ini seperti ibu kedua dala keluarga. Ibu suri kali ya.  

Dan karena aturan matriarkat ini pula, tahta mama diturunkan pada kakak saya. Saya, di baris kedua. Toh, kata mama juga seharusnya memiliki kapasitas yang sama dengan kakak saya. Ini terkait dengan perbendaharaan nama saudara. Anaknya si anu, anak istrinya si anu, anak pamannya dari istri yang anu ... Budaya keluarga besar dan beristri banyak plus menikah antartetangga juga antarsaudara ini memang bikin bingung. Apalagi aturannya berbeda karena yang utama dilihat dari garis ibu. Belum lagi, saya buruk menghapal nama. Makanya awalnya saya santai-santai saja, karena toh tahtanya di kakak saya.

Namun ketika kakak saya sempat menghabiskan beberapa tahun di luar negeri, saya merasa berkewajiban menghapal sanak saudara ini. Terlebih pada saat itu, Nyak Uwa saya (kakak papa saya) meninggal dunia. Dan pada saat itu saya melihat betapa pentingnya mengenal saudara. Nyak Uwa saya ini orang kaya hanya cobaan hidupnya luar biasa sehingga ketika dia meninggal dunia, anak-anaknya nyaris tidak tahu harus mengumumkan pada siapa saja. Sedangkan kalau di keluarga mama, pesan kematian itu bisa otomatis tersebar karena ada sistem yang dipatuhi. Toh, walau akhirnya papa dan kami anak-anaknya yang membantu saat persemayaman hingga tujuh hari tahlilan yang sempat menyedot seribu orang di rumah Nyak Uwa saya, rupanya banyak pula saudara atau kenalan yang pernah dibantu justru tidak tahu kabar meninggalnya Nyak Uwa saya. Padahal rumah mereka tidak jauh. Ironis.

Oleh karena itu, ketika kakak saya pergi, saya menikmati berkenalan dengan saudara terlebih para anggota saudara baru alias para menantu. Senang menghadiri perkawinan dan menyapa satu saudara ke saudara yang lain Yah, ceritanya mau menggaet calon pemilih baru. Halah.

Namun, sejak menikah ada yang berubah. Mama tak pernah lagi mengajak saya ke pesta pernikahan. Saya tahu siy alasannya, saya tak diundang. Ini aturan yang mama patuhi sejak di Belanda. Orang Belanda kala memberi undangan, nama yang tercantum adalah yang diundang. Tidak tercantum, ya tidak diundang. Anak sekalipun. Penganannya dibuat pas sesuai jumlah tamu. Naah kenapa sekarang berbeda? Sekarang walau di undangan tertulis Bpk. Teuku Rusli & kel., saya tidak termasuk di dalamnya. Saya sejatinya mendapat undangan khusus yang tertulis, Bpk. hery Kuswahyo & kel. Itu menurut definisi mama saya, walaupun anak dan menantunya ini tinggal satu rumah dengannya, tapi secara harkat beda rumah. Nah, siapa juga yang bakal kasih undangan seperti itu selain teman sendiri? I mean, terlebih jika tinggal serumah dengan orangtua dan nama yang tercantum kudu nama suami yang notabene adalah menantu tidak populer, belum lagi jika ternyata si punya hajatan adalah saudara jauuuuh. Agak sulit kayanya berharap dapat undangan bertuliskan nama kita. Perlu sosialisasi.

Akhirnya saya hanya bisa mesem-mesem saja di depan pagar ketika mengantar mama saya menaiki mobil adiknya yang kebetulan disopiri sepupu saya. Mereka biasanya kompak bertanya, "Kok, ga ikut?"

Saya jawab apa adanya, "Ga diajak." Dan kening mereka pun berkerut aneh.

Urusan diajak atau ga juga sering subjektif. Saya pernah kena cemberut para Etek-Etek karena dianggap telah memperkeruh suasana. Jadi ceritanya ada acara buka puasa bersama di antara adik-adik mama. Nah sebagai generasi kedua, biasa dong saya konfirmasi kedatangan para sepupu saya, biar tahu mau ngerumpi apa. Eh rupanya, salah satu adik (menantu sebenarnya, karena suaminya sudah meninggal) ga diundang. Alasannya (baru belakangan tahu), ga enak karena mereka lagi suasana berduka atau lagi repot-ini menurut yang ngundang. Lha, meneketehe. Lagian, si sepupu yang ga diundang ini sejauh percakapan saya baik-baik saja hingga tidak perlu tidak diundang. Ya suds, relakan saja saya ditunjuk-tunjuk.

Lalu pernah ada juga, lagi-lagi acara bukber. Kali ini seorang Mak Datuk yang ajak. Aturannya sudah betul, telepon mama dan kemudian menitipkan satu kalimat, anak dan cucu diajak yaa.... Tapi karena mama menganggap saya akan kerepotan mengurus dua anak dan tidak akan fokus ibadah, maka saya tidak diberitahu. Hasilnya? Saya kena semprot sama para sepupu saya yang datang walau membawa anak. Lagian, kalau acara bukber gitu biasanya memang ga tarawih kok kitanya. Ibu-ibu mah tarawih sendiri di rumah jelang siapin sahur =P. Capek deeeh.

Lain ceritanya ketika abang tertua saya masih di Jakarta, mama selalu menelepon abang saya yang tinggal di Ciledug itu untuk menemaninya ke pesta pernikahan. Coba ya, Ciledug-Tebet.

Awalnya saya suka sewot sendiri. Oh, karena abang punya mobil, saya tidak. Oh, karena itu alasan mama biar bisa ketemu anak laki-lakinya. Stuff like that, sampai akhirnya saya memutuskan kesimpulan yang tidak terlalu berbau iri dengki =P Bahwa mama perlu status. Oleh karena mama mematuhi sistem undang-undangan itu, maka ketika mama mengajak abang tertua saya, dia menyelipkan status 'pengantar' pada dirinya (dan istrinya). Jadi bukan tamu tambahan. Ga ilegal karena mama papa saya sudah usia lansia dan tidak punya kendaraan pribadi.

Bagaimana dengan abang kedua saya? Yang masih lajang dan tinggal serumah? Dia juga diajak, sedangkan saya tidak, walau nebeng mobil tante. Well, pembelaan mama supaya abang saya yang waktu itu sempat lama freelance di rumah bisa bertemu kesempatan karier lain (jodoh mungkin, ya namanya juga ibu2). Oleh karena merasa telah menambah tamu ilegal, beliau menempatkan diri sebagai tamu legal yang tidak banyak makan. Karena intinya itu, jangan sampai tamu ilegal mengambil jatah  tamu legal.

Lalu kenapa kakak saya tidak diajak? Toh, dia juga punya mobil. Well, karena (mungkin) bukan benar-benar punya kakak saya hehehe .... Lagian sungkan sama menantu, minta dianter-anter.

Lalu saya, ga punya mobil, bawa dua anak, lengkaplah keilegalan saya hehehe ....

Ya suds, anggaplah begitu skenarionya. Saya terima. Hingga kemudian saya dengar dari kakak saya (yup, bukan dari mama) bahwa sepupunya sepupu saya menikah. Secara hubungan darah sudah berseberangan karena antarmenantu, tetapi masih orang minang. Dan anaknya ini nyaris sebaya dan sering diajak serta dalam acara keluarga kami. Jadi ketika saya dengar dia menikah, bukannya ge er, tapi saya yakin suatu hari akan bertemu dengan percakapan, "Kok, uni ga dateng sih?" Sedangkan saya sudah malas menjawab, 'ga diajak' atau ngibul-ngibul yang lain. Akhirnya berkat investigasi kakak saya ke mama, saya tahu lokasi pernikahannya. Dan saya pun berangkat. Dan di sana, saya selamat dari pertanyaan yang di atas tapi kemudian kena pertanyaan lain dari mama, "Emangnya kamu diundang?" Haiyah. Biarlah Allah yang memaafkan dosa-dosaku U_U Pokoke saya ga maruk, ga bohong, ga lepas silaturahmi.

Jumat, 14 Maret 2014

My Story: (No Really) a Hello Kitty Fans

I am a cat lover. I have many memories about cats in my childhood. But though I like everything about cute cats and anything, I don't always like the cat's character. I don't like when tweety doesn't let herself being eaten by Sylvester. I hate Tom & Jerry, because the cat always traps in bad things. I hate big fat lazy Garfield. And especially I don't like Hello Kitty. I don't like that pinky stuff she has. It's not that I hate her but I just don't feel any connections between me and her. I don't think she is cat enough for me. Especially the pinky things. That kind of pink makes me want to throw up. I am a colourblind but my body reacts badly everytime I see Kitty's pink. Untill something happen ....

I got pregnant. No, not Dear Daniel's baby. But eversince, I become quite obsessed about Hello Kitty. It was when I read my friend's fb's status about the Hello Kitty gift on Happy Meal. A special edition. I think it was a celebration of 40 years of Hello Kitty.



I am not really a fastfood lover. But when I read the status, I even called McDelivery myself. I don't call strangers, for you to know. Even for ordering something. But for Hello Kitty souvenirs, I did that for a couple times.

Not only searching free Hello Kitty gifts, I even search it online. And I found on multiply this Hello Kitty store. Still, I didn't choose the very pink ones. I prefer black or red. But I began to buy cups, mini bowls, spoons, notebook bag, and many unimportant Hello Kitty stuffs. Pregnant lady is dangerous, baby ....

After delivering Malika, I felt glad that my obsession was also decrease a lot. Untill almost a year later, my cellphone was broken. In a middle of workhour I spend time to ask my friends what would be the best suit for my new cellphone. I was planning to buy it at break time. After long discussion, I finally made a decision. And went to the cellular shop. I read the list carefully while waiting the SPG looking for my order. Then my eyes stopped at a sentence, "samsung, Hello Kitty edition". In a sudden, I ask the SPG to stop looking, well apparently the serie that I want was not available. Oh, this is omen.


And without any further thinking, I bought it. It was small, touch screen, white clean ... And while holding it on the way back to the office, I was finally sure, I got pregnant. Again. Ouch.

Nowadays, there are lots of Hello Kitty stuffs, everywhere. I know it is because there are Hello Kitty town in Johor Baru, Malaysia. And I know the owner actually prefers Indonesia as their first location but the damn sh*t bureaucracy hold their intention. But because Indonesia is the best market, they fills us with many Hello Kitty's promos to make us go there. And I'm still a not really Hello Kitty fans. I only buy it to memorise the funny moments about it. I only have Hello Kitty's cologne, Hello Kitty's sticker album (because it's black), Hello Kitty's wallet, Hello Kitty's kids toothpaste, Hello Kitty's women pads, and Hello Kitty's diapers for Safir (mmm ok, that was weird =P). I still have the Hello Kitty cellphone although I am not using it anymore. For emergency =). But ... I am not a fans of it, really =P

Kamis, 13 Maret 2014

Mengejar Ari-ari

Ada yang mengatakan bahwa ari-ari adalah 'kembaran' kita, atau dalam bahasa bulenya 'soulmate'. Maklum saja, semua bayi selalu membawa ari-ari dalam kandungan. Kelahiran selamatlah yang memisahkan mereka. Tradisi memaparkan bahwa ketika ari-ari dikubur itu dimaksudkan agar si anak selalu ingat tempat tinggalnya. Jika dilarungkan ke laut maka semoga si anak senantiasa tabah di perantauan. Dan pertanyaan saya sejak dulu adalah, di manakah ari-ari saya berada?

Nyaris tiga puluh tiga tahun yang lalu, saya akhirnya harus berpisah dengan ari-ari saya setelah sembilan bulan sepuluh hari berada di rahim mama saya. Saat itu, 17 Juni, adalah tanggal yang tercatat di akta kelahiran saya dengan stempel Kerajaan Belanda. Ya, saya lahir di negeri kincir angin. Hanya sekejap. Usia dua tahun saya sudah mudik bersama mama dan ketiga saudara saya ke Jakarta. Tak ada kenangan Eropa sama sekali, selain foto. Singkatnya, saya hanya numpang lahir. Toh, akta lahir saya cukup ampuh untuk mendapatkan akses komunitas populer di sekolah.



Hanya saja saya merasa hampa. Saya bahkan memasukkan pilihan sastra Belanda kala hendak mengikuti ujian UMPTN. Saya lulus. Dan empat tahun kemudian, dari si bungsu yang hanya bisa bengong saat orangtua dan kakak-kakak saya bercerita tentang Belanda menjadi salah satu yang bisa dijadikan rekan berbahasa Belanda bagi orangtua saya.

Satu kurangnya. Saya belum pernah ke sana. Saya tidak cukup pintar di kampus untuk meraih beasiswa summer course. Saya tidak cukup gesit mencari beasiswa strata 2. Saya tidak tertarik berkencan dengan bule Belanda--pasti dilarang oleh papa saya. Dan keluarga saya tidak sekaya itu untuk bisa bolak balik ke luar negeri.

Sejak mudik tahun 1983, itulah saat ketika saya 'terdampar' di Indonesia. Saya melihat orangtua, saudara dekat dan jauh, teman, rekan, tetangga, atau orang yang kebetulan duduk bersebelahan dengan saya di bus bergantian menambah cap imigrasi Belanda di paspornya. Lalu, saya kapan?

Bagi saya, Belanda bukan sekadar negara bekas penjajah. Sekarang trennya juga tidak se-hype Korea. Tapi saya merindukan rumah saya dulu. Rumah yang tak pernah saya ingat. Siapakah penghuninya kini?

 Seperti ada nyawa yang hilang, yang terlupakan.

Apakah ari-ari saya sudah berbaur dengan tanah berpasir yang turut menyuburkan warna warni tulip di sana? Apakah ari-ari saya hanyut di air yang memenuhi kanal-kanal di tanah datar Belanda. Kanal yang tak pernah meluap walau hujan deras sepanjang hari itu? Apakah ari-ari saya menjadi santapan anjing yang berkeliaran di sepanjang jalur sepeda, menyalak para pengendara sepeda yang berkendara dengan aman tentram tanpa khawatir disenggol motor? Ataukah ari-ari saya telah bergabung dengan debu melayang bersama angin melintasi museum yang konon memajang emas sebesar meja makan yang berasal dari Indonesia ?

Mungkin saya terlalu memikirkannya. Namun, bagaimana pun di sanalah tanah kelahiran saya. Tempat di mana sebuah takdir akan sangat berbeda jika mama saya tidak memutuskan mudik.

Saya masih menyimpan satu mimpi di antara banyak mimpi lain. Untuk bisa menapak tilas di sana. Sekadar merasakan udara yang sama dengan ari-ari saya.

 Akan lebih baik lagi jika kami empat bersaudara turut serta. Membuat jejak kenangan baru. Selfie beramai-ramai dengan hastag past & present. Lalu sekejap kemudian merindukan tanah air.

Tulisan ini ikutan giveaway 'MyDreamyVacation'

Rabu, 12 Maret 2014

(Review) Bolu Meranti, oleh-oleh dari Medan

Beberapa waktu lalu suami bertolak ke Medan untuk urusan kantor. Setelah semalam menginap, dia menelepon hendak menanyakan mau dibawakan oleh-oleh apa dari Medan. Bika ambon? Ah, ga doyan.  Bolu? Lha, kita kan juragan kue? Atau kripik durian? Jiah, ga suka duren juga. Akhirnya saya bilang tidak usah beli oleh-oleh lah kalau begitu. Dan sepanjang menanti suami pulang, saya tidak habis pikir soal inovasi oleh-oleh di Medan.

Dan akhirnya baru jelang tengah malam suami tiba di rumah. Saya mengangkat alis bosan ketika melihat dia mengeluarkan kardus panjang. Ah, sepertinya dia beneran beli bolu deh. Baiklah, saatnya siapkan kalimat manis, kasihan kan sudah repot-repot bawain masa dicemberutin.

"Istri, cobain niy. Bolu pandan pakai sarikaya." Yah, okelah saya memang jarang beli selai sarikaya.


Saya lalu menarik kardus kuning persegi panjang itu. Bolu Meranti. Begitu dibuka, ada kue bolu gulung berukuran 28 cm di dalamnya. ya ampun, oleh-oleh kok bolu gulung. Saya ngedumel dalam hati. Ada bekas titik-titik di sepanjang bolu itu. Membentuk pola loyang. Ini pakai loyang apaan ya, pikir saya? Suami yang potong duluan dan memakannya sambil manggut-manggut senyum-senyum. Oke, orang ini kan vocab jajannya jauh lebih banyak dari saya, jadi ... Kayanya perlu dicoba.

Saya turut memotong dan memakannya. Sekejap sudah habis tiga potong. Penasaran atau doyan? Kuenya yang lembut membuat saya mudah memakannya. Dan walau lembut, teksturnya tidak mudah buyar saat dipotong. Rasa sarikaya luber begitu saja di mulut.

Saya segera menutupnya dan memasukkannya ke kulkas untuk sarapan anak-anak besok pagi. Dan ternyata, menyantap bolu Meranti dalam keadaan dingin rasanya lebih enak lagi.

Walau sudah masuk kulkas, kuenya tetap lembut dan selai sarikayanya yang ga pelit dioles di bagian dalam lingkaran itu turut mendinginkan perut saya. Kaya makan kue es krim hehehe .... Ah, ga jadi deh saya cela-cela niy kue. Bahkan teman suami di kantor rada mengiba beberapa potong bolu itu ke kantor. Tadinya suami bawa bika ambon dan kripik durian ke kantor.

Dan akhirnya ketika kemarin suami kembali ke Medan, dia tiba di rumah dengan kardus ukuran sedang di tangannya. Ah, rupanya dia beli bolu Meranti lagi. Kali ini untuk di rumah dan di kantor.

Saya pilih yang rasa blueberri, karena saya tidak suka nanas dan mocca. Maklum, sebagai penyantap sebagian besar kue ini, pendapat saya penting =D. Sensasinya sama, mmm nyam nyam ... Yang beda hanya harganya. Kata suami karena dia beli di bandara harganya naik dari Rp50000,- ke Rp60000,-. Ah, saya juga mau bisnis kue saya jadi tujuan oleh-oleh. Sudah saatnya tidak meremehkan ide kecil =P

*potong kuenya lagi =)

Selasa, 11 Maret 2014

REVIEW: The Crazy Ones

Ada sitkom baru berjudul The Crazy Ones mengisi program Monday Comedy Club di starworld. Yang menarik adalah pemeran utamanya adalah Robin Williams! Aktor yang aktingnya di layar lebar woro wiri di nominasi Oscar. Dan rupanya layar kaca adalah pijakan awalnya 31 tahun yang lalu di seri Mork & Mindy. He's back, even better!


The Crazy Ones berkisah tentang kehidupan agensi periklanan Roberts & Roberts yang dikelola oleh bapak dan anak, Simon Roberts dan Sydney Roberts. Sydney diperankan oleh Sarah Michelle Gellar. Yup, si buffy pembasmi vampir itu rupanya lebih nyaman tampil dengan latar komedi. Terbukti ketika dia mendengar bahwa Robin Williams tengah merancang seri ini, dia segera menghubungi sahabat istri Robin untuk membujuknya mendapatkan peran.

Robin Williams terlihat seperti tengah bersenang-senang dengan aktingnya. Gaya selalu gembira dan 'gila' senantiasa dia tunjukkan dalam frame yang berbeda-beda. Kualitas layar lebarnya tidak menurun sama sekali. Dan, you know what, selama syuting berlangsung setiap dialog yang diucapkan Robin adalah improvisasi. How good is that?

Oleh karena berlatar perusahaan iklan, tak jarang merk-merk asli turut terlibat sebagai cameo. Sepertinya efek Robin Williams dan pengaruh produser kakap David E. Kelley mampu membuat penampilan perdananya mencolok.

Sudah nonton tiga episodenya. Infonya akan ada 17 episode. Can't wait for next monday.

Senin, 10 Maret 2014

Kenapa Kecelakaan Pesawat Lebih Tragis?

Masih menanti berita terbaru tentang hilangnya pesawat Malaysia Airlines. Jadi teringat tragedi Adam Air. Di dunia yang konon gps di mana-mana tapi kalau sudah melibatkan pesawat jatuh, apalagi di laut, nyarinya susah minta ampun. Bahkan tak jarang berujung nihil.

Jika dilihat dari angka, mungkin angka korban kecelakaan pengendara motor di Indonesia jauh lebih tinggi daripada korban kecelakaan pesawat. Apalagi di Indonesia dengan mental akrobat (ramai-ramai naik motor tanpa helm, di bawah umur pulak), ternyata masih ketemu orang yang takut naik pesawat. Bukan takut ketinggian, tapi takut risiko jatuhnya. Padahal, ajal bisa di mana saja, bukan?

Hanya saja mungkin keadaan harap-harap cemas seperti ini yang membuat kecelakaan pesawat lebih dramatis, lebih tragis. Hampir seperti bencana gempa atau tsunami di mana kita tidak benar-benar bisa melihat jasad orang-orang tercinta. Ada perasaan menggantung di sana. Berharap mereka masih hidup di sebuah pulau antah berantah.

Namun kenyataannya, kalaupun ditemukan, biasanya keadaan jasadnya mengenaskan. Saya ingat sebuah kecelakaan kapal yang tenggelam di daerah Sabang. Saya masih SD kala itu. Konon, dari dalam perut hiu-hiu yang ditangkap ditemukan potongan tubuh. Ngeri ....

Pesawat yang butuh pemeriksaan berulangkali saja bisa mengalami kecelakaan misterius. Apalagi yang ugal-ugalan, slengean macam para pengendara bermotor di sekitar kita. Berhati-hatilah dalam bertindak, karena sesungguhnya duka keluarga yang ditinggalkan sama perihnya entah itu akibat kecelakaan darat, laut, dan udara.

Jangan lupa baca doa sebelum berangkat. Ada yang menyebutkan perginya seseorang untuk bekerja adalah separuh jihad karena ada risiko kecelakaan itu tadi. Jadi jadikan perginya dan kembalinya Anda selalu dalam lindungan Allah Swt.

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun atas hilangnya pesawat Malaysia Airlines. Bagaimana pun ini adalah musibah. Semoga mereka yang tertimpa musibah ini diberi kekuatan dan ketabahan.

10 DVD Original Wajib Punya

Saat menyetrika malam tadi, saya ditemani film Mr & Mrs. Smith di globaltv. Saya selalu suka film itu. Bahkan mendamba memiliki dvd originalnya sebagai bentuk apresiasi tertinggi untuk film tersebut. Maklum, kita dibanjiri produk bajakan dan menikmatinya.

Nah sebelum berlarut-larut di Mr & Mrs. Smith, saya buatkan daftar film favorit saya di tv atau layar lebar hingga wajib punya versi originalnya:

1. Mr. & Mrs.Smith

Sebenarnya saya tidak terlalu ngefans film action. Namun, untuk yang satu ini saya lebih merasa ini film roman ketimbang film laga. Film yang berkisah tentang suami istri yang ternyata sama-sama mata-mata untuk dua agen berbeda ini, seolah menceritakan Brad Pitt dan Angelina Jolie yang sebenarnya. Maksud saya dengan fakta bahwa keduanya jagoan.
  Sejak sejoli itu masih menyangkal kena cinlok di film ini, saya sudah lihat dari binar mata keduanya. Kebetulan dua-duanya termasuk seleb favorit saya. Mereka dah keren banget dah berdua, dan film ini semacam saga untuk mereka berdua.

2. 71: Into the Fire

Lagi-lagi film laga. Film tentang prajurit pelajar yang menjaga salah satu batas wilayah Korea Selatan saat perang Korea ini diangkat dari kisah nyata. Dan daya tarik dari film ini tak lain adalah tentu saja TOP bigbang atau Choi Seung Hyung. Dia dapat penghargaan untuk perannya di film ini. Dan ... Ada sebuah senyum yang sangat menarik terpapar di sini. Haiyah. Perannya memang tewas di akhir cerita tapi hati lega karena tidak ada adegan cinta-cintaan sama sekali. Tabi ku amaaan =)

3. Gone with the Wind
Love the classics. Walau film jadul tapi kisahnya sangat mengangkat tema kekuatan wanita. Karakter utamanya, Scarlett, benar-benar mengalami jungkir balik perkembangan karakter. Jadi bukan hero atau anti hero melainkan total humanis. Gak lucu film klasik beginian hanya punya versi bajakannya. Mau baca novelnya kok males ya ...

4. Moulin Rouge
Inilah saat saya kembali mendapatkan wadah untuk film musikal modern. Soundtrack nya luar biasa. Diambil dari lagu-lagu berbagai genre lalu diaransemen ala dunia panggung kabaret.
Kisah seorang penari utama kabaret dengan penggemarnya ini jadi terasa epic. Nicole Kidman keren banget di sini. And she can sing! Duetnya bersama  Ewan McGregor dengan lagu Come What May jadi salah satu lagu romantis kesukaan saya. Namun, belakangan terganggu dengan ingatan salah satu adegan Glee season 4 yang menyanyikan lagu ini. Bukannya apa-apa, yang menyanyikan itu duet Kurt Hummel dan Blaine Anderson. Jadi rada geuleuh ... >.<

5. Step Up 2
Dari semua sekuel step up, yang kedua yang menurut saya paling gila jogednya. Si muka culun itu asli keren banget, walau bukan pemeran utama. Efek tarian dan non tariannya terlihat berkesinambungan secara natural. Tidak terlalu terkonsep seperti Step Up 3. Nonton ini ga boleh ada risiko putus-putus karena kepingnya baret akibat sering diputar.

6. Romeo & Juliet

Ini adalah gabungan dari karya klasik, soundtrack keren, dan cowok ganteng. Serius, buat saya Leonardo paling ganteng di film ini. Yeah ga terlalu suka dengan Claire Danes-nya sih. Gara-gara film ini, bahkan cincin kawin saya juga perak =P.

Soundtracknya menghipnotis. Saya serasa dibawa melayang dalam lamunan Shakespeare saat menuliskannya.

7. Kuch Kuch Hota Hai
India is the best lah buat musikal. Dan Kuch Kuch Hota Hai adalah momen perubahan film India yang harus punya paket lengkap di tiga jam filmnya (cinta, balas dendam, dan tangisan). Film ini seluruhnya hanya bercerita tentang cinta remaja. Soundtracknya segar walau masih tidak dinyanyikan oleh pemeran aslinya. Dan iramanya bahkan digunakan di beberapa film lain seperti Kabhi Kushi Kabi Gham dan Mohabbatein. Sejarahlah dia.

8. Meteor Garden
Oh Tao Ming Se ... Meteor Garden versi Taiwan ini sesuatu banget deh. Mulai awalnya nonton pas lagi UTS di kampus. Harusnya belajar malah ngejar beberapa episode semalaman. Pokoknya gila banget deh. Belum lagi banjir air mata di adegan di antara pintu tertutup antara Tao Ming Se dan SanChai. Makanya cukup perlu yang musim 1 aja, musim 2-nya lebih bombay airmatanya. Gak tega, aku .... Buahuahuahua ....

9. Friends

Won Bin saudara-saudara. Kolaborasi dengan artis Jepang. Jadilah film ini separuh dorama dan kdrama. Lagi-lagi bagi saya ini momen. Momen peralihan dari jpop ke kpop =). Pokoke Won Bin cakep banget dah di sini. Ketemunya artis Jepang yang lagi hot banget zaman itu pulak. Ck ck ck ....

10. Chocolat
Ga afdol kalau ga masukin mas Johnny Depp di sini. Dan di antara film ajaib miliknya, saya memilih Chocolat. I love the ideas of the chocolate itself. Menatap bung Johnny di sini serasa makan dark chocolate dengan bubuk cabai. Membara ... Wakakakak .... Berbeda dengan film-film yang saya sebut sebelumnya, film ini justru minim back sound apalagi soundtrack =) Sunyi ... Tapi manis dan lumer di mulut. Halah ....

So, what's yours?

Minggu, 09 Maret 2014

RESEP: Ayam Bumbu Tauco



Biasa, lihat resep dari sisi belakang bungkus margarin. Belum pernah mengolah tauco dan ga yakin sudah pernah coba. Berani coba karena ingin bikin variasi buat suami saja eeeeh ternyata dia tidak suka tauco. Padahal dia yang beli itu tauco ke tukang sayur.ya sudahlah, saya makan sendiri sajaaah ....

Sumber: Amanda Margarin Dapur

Bahan:
6 potong ayam
2 batang serai, memarkan
2 lembar daun salam
1 ruas lengkuas, memarkan
3 sdm tauco
340 ml santan
200 gr margarin (saya ganti minyak)
Garam, merica, dan gula secukupnya

Bumbu Iris
8 siung bawang merah
2 siung bawang putih
2 buah cabe hijau
2 buah cabe merah
2 buah tomat

Cara membuat:
1. Lumuri ayam dengan sedikit garam dan merica bubuk, diamkan selama 15 menit.

2. Panaskan minyak, goreng ayam hingga matang dan kecoklatan.

3. Panaskan 3 sdm minyak, tumis bumbu iris hingga harum lalu tambahkan serai, daun salam, lengkuas, tauco. Aduk rata.

4. Tuang santan, masak hingga mendidih. Masukkan ayam, tambahkan garam dan gula. Masak hingga matang.


Sabtu, 08 Maret 2014

REVIEW: Dapur Mie @kalibatacity



"Makan mie, yuk," ajak suami.
Mendengar ini saya sudah bisa menebak di mana lokasi tepatnya. Pasti di Dapur Mie. Dapur Mie ini terletak di antara tower Flamboyan dan Kemuning di Kalibata City.
 Akhirnya selalu ke sini setiap makan mie juga rekomendasi Hery. Menurutnya, sebagai orang yang suka jajan, cuma tempat ini yang mie nya enak. Tempatnya juga mendukung 'kebiasaan' Hery. Terbuka tapi beratap.

Mie nya yang enak karena menggunakan mie keriting, rasa serai di kuahnya sangat terasa. Jadi perut tetap hangat walau angin-anginan. Ayam potongnya juga tidak amis. Menu mienya terdiri dari mie ayam, mie ayam bakso, mie ayam pangsit, dll. Menu mienya tidal sebanyak S*****a dan rupanya menu selain mie di Dapur Mie tidak sama level enaknya. =P Jadi, kalau mau mendukungnya, pilih mie sajaaah. Harga mulai Rp20000,-

Selain satu-satunya tempat yang menyediakan mie enak di Kalibata City, Dapur Mie juga jadi favorit Hery untuk gorengan lezat. Pilih menu Gorengan Dapur Mie Komplit seharga Rp19000,-, kita akan mendapatkan tahu isi, tempe goreng tepung, dan singkong goreng masing-masing dua potong.

Ada lagi yang jadi kesukaan Hery, di sana menyediakan teh poci. Hehehe, Jawa banget yak. Teh poci dan gula batunya memang cocok di poci tanah liat itu. Enyaaak ... Harganya Rp19000,- untuk berdua (lebih tepatnya secangkir utk si ayah, satu cangkir untuk dua bocah. Amy? Beli jeruk hangat sajah) dan tiga kali refil.

Tantangannya kalau bawa anak, habis makan kudu buru-bur jadi pengawas karena si bocah-bocah ceria ini suka banget main di saluran air yang ada di sekitar Dapur Mie. Belum lagi tamannya. Ga papa sih, tapi kalau habis makan gitu, kan maunya santai-santai dulu. Yah, namanya juga ortu =P masih syukur dikasih momen jajan bareng, iya ga? =D

PS: semoga saja tempat ini halal. Mengingat pemiliknya warga keturunan dan mengingat pula tukang mie gerobak juga ga ada label halalnya. Jadi ... Basmalah dulu deh. Setelah itu belajar bikin mie keriting yang enak =)

Apalah Arti Sebuah Nama?

Ini episode kedua respons aksi kriminal yang melibatkan tiga remaja usia 19 tahun dengan motif asmara. Salah satu yang menyebalkan bagi saya adalah nama lengkap kedua pelaku pembunuhan bagus banget. Ahmad Imam Hafitd dan Sifa Ramadhani.

Jadi terpikir, apa yang ada di pikiran orangtua mereka ketika memberi nama, ya? Mungkin waktu itu si bapak yang laki belum terbayang ingin jadi dokter aborsi ilegal kali ya.
Mungkin juga karena lulusan linguistik, saya suka usil sendiri mengomentari pilihan nama anak-anak zaman sekarang. Ada yang nama ortunya kedaerahan, eh nama anaknya bule banget. Atau ortunya punya dialek sunda tapi nama anaknya mengandung huruf 'f', 'v', dan 'z'. Ya, biarin aja kali ... Sirik aja, lo ....

Belum lagi nama panggilan. Waktu akikah Malika banyak yang tanya, 'Nama anaknya siapa?' 'Malika' 'Panggilannya apa?' Eeee.... Ya, Malika lah .... Berharap dipanggil Ika atau Mamal? Lucu, tapi ga ada artinya. Saya sendiri punya nama panjang, alias tujuh belas huruf, tapi sudah sepanjang itu saya dipanggil hanya dari tiga huruf terakhir. Dan itu tidak bermakna. Apa coba arti 'Ati'? Mpok Ati? Papa sih ngelesnya, ati'usshalaa... Dirikanlah shalat. Jadi, saya disuruh berdiri? Haiyah.

Ada juga sudah diberi nama bagus, dipanggil bagus, eh ketemu masa abg alias alay. Jadilah nama itu berubah. Ada yang keren, sok keren, ada yang katro, sampai ada juga yang buruk sama sekali. Saya jadi ingat reaksi mama saya ketika tetangga berteriak memanggil nama abang saya dari luar pagar, 'Sanip! Sanip!' Mama saya suka membalas, "Namanya HANIFFF!" =D

Atau seperti kasus di atas, nama baik, panggilan baik, tapi tidak mendapat hidup yang baik. Akibat noda setitik, rusak martabat di google selamanya. Ini juga berlaku bagi saya.

Suatu kali saya iseng mengetikkan nama 'Melati' di situs pencari itu. Dan hasil yang keluar adalah beragam artikel yang melibatkan nama samaran korban pemerkosaan, hotel mesum, dsb. Haiyaaah ... Kenapa juga nama gue dekat dengan perilaku macam begini seeeh. Sebagai korban pelecehan seksual, kok serasa dikutuk dengan nama ini. Padahal penggunaan nama bunga pernah menjadi tren di kalangan orang Sumatra. Ada faktor kekaguman pada tumbuhan warna warni itu. Tapi yaaah, zaman berubah selera. Sekarang tugas saya adalah menebar reputasi baik bagi si Melati-Melati ini dengan eksis lewat tulisan.

Nama bagi saya adalah doa. Dan bukankah memang itu alasan kita memberi nama? Dan doa itu harus diucapkan dengan benar. Iya, ga? Ada orang memberi nama anaknya 'Mikail' lalu kemudian dipanggil 'Miki'. Eh? Mickey Mouse? Atau nama Eropa yang butuh aksen saat mengucapkannya tapi diucap dengan aksen daerah Indonesia. Kuping saya suka gatal ingin koreksi. Mohon maaf, kebiasaan editor.

Ah tapi mungkin orang Arab akan mengoreksi susunan nama anak-anak saya (Malika Rizka Lazuli dan Safir Maulana Zaid). Sudahlah, itu bukan masalah penting. Yang terpenting adalah usai memberi nama, sang orangtua sejatinya menjadi partner pembentuk karakter agar sesuai dengan nama yang dicantumkannya. Terutama nama yang diambil dari tokoh-tokoh Islam. Jika namanya Aisyah, maka ortunya haruslah seperti Abu Bakar yang menjadi sumber ilmu keislaman. Atau nama Joshua, sejatinya ortunya harus seperti Maria sebagai wanita suci. Dan jikalau memberi nama Muhammad, maka teladanilah si paman yang memiliki peran besar dalam pembentukan kepribadian Nabi Muhammad SAW. Rasanya suka malu sendiri kalau lihat nama-nama yang muncul di berita korupsi atau kriminal. Padahal yang punya nama belum tentu malu. Ada tuh yang namanya Fathonah tapi jadi tersangka korupsi. Masih cengar cengir dia tuh. Atau tiga bersaudara yang diberi nama imam-imam besar tapi cuma dipanggil dua/tiga huruf depannya. Siapa hayoooo?

Nama memang doa. Tetapi doa itu hanya akan menjadi omong kosong tanpa aksi. Sebagai pemilik nama yang sudah dewasa, saya merasa bertanggungjawab atas nama saya. Bukan sekadar klan keluarga yang memang tidak tercantum, melainkan menghargai harapan orangtua saat hanya bayi polos yang ada dalam pelukannya. Merasa bangga dengan nama sendiri dan kemudian memberikannya status terbaik sepanjang masa.

Jadi, akan kau beri nama apa anakmu?

para orangtua, mari jaga perilaku kita

Masih bicara soal tindak kriminal yang melibatkan tiga remaja jelang usia dua puluh alias sembilan belas tahun. Saat membaca ada bocah bunuh bocah, kita mungkin berpikir bocah ini termakan tontonan dan otaknya belum paham. Tapi kalau remaja yang baru masuk kuliah dibunuh sama mantan pacar dan sesama teman SMAnya ini namanya apa ya?

Selain isu pengasuhan orangtua yang kemudian makin gencar ditekankan setelah ada kejadian ini, ada satu fakta menarik. Rupanya si mantan pacar yang mengajak pacarnya bunuh si korban @adesara, adalah anak dari seorang dokter yang terlibat kasus aborsi. Selama dua belas tahun praktik, si dokter ini telah menerima pesanan aborsi selama empat tahun. Dokter ini sudah dihukum penjara. Tapi dengan sangat sedih hati, saya terpaksa berbisik, buah tak jatuh jauh dari pohonnya.

"wahai laki-laki berhati-hatilah akan tindakanmu. Istri dan anak-anakmu akan menanggung derita seumur hidupnya." itu kalimat penggalan dari novel Athirah. Diucapkan oleh si pemeran utama, Athirah, alias ibunda Jusuf Kalla.

Dari kalimat ini, saya ingin melebarkan kata 'laki-laki' menjadi orangtua. Saya teringat suatu kali ayah saya berujar usai melihat pemberitaan sadis di televisi. "Nenek moyang kita adalah orang-orang saleh. Penyebar agama. Doa-doanya makbul. Oleh karenanya kita masih diselamatkan dari segala tindakan mengerikan yang ada di dunia." Kalimat ini terasa bersayap di kepala saya. Saya ingat betapa papa saya adalah penggila ibadah. Sangat takut neraka. Oleh sebab itu sempat ada masanya papa sangat marah dengan perbuatan kita dan kemudian berdalih bahwa dia akan masuk neraka karena perbuatan kita.

Sepertinya dia sendiri menyadari posisinya sebagai penerus laki-laki dari para nenek moyang itu. Dan itu sudah dia emban sejak ayahnya diculik gerombolan DI/TII saat usianya empat tahun. Dia sudah diajarkan akhlak, tauhid, fikih sebelum usianya tujuh tahun. Bukan didikan pesantren loh, tapi lingkungan keluarga di Aceh saat itu masih sangat kental agamanya, jika tidak mau disebut keras =).

Saya merasa ucapan papa ada benarnya. Yah, papa saya tidak sempurna. Jika mama sangat bekerja keras menyelamatkan keluarganya dari miskin harta, papa sibuk menyelamatkan keluarganya dari miskin iman. Duo dinamit. Berada di antara keduanya, benar-benar terasa seperti sedang berada di kamp konsentrasi. Toh pada akhirnya ucapan merekalah yang banyak saya kutip ketika saya berkeluarga. Dan kini setelah berkeluarga saya merasa berada semakin maju sebagai generasi yang harus banyak berdoa untuk generasi selanjutnya yang akan datang. Inilah investasi yang sudah diajarkan Allah. Memang ada bisnis yang bisa diwariskan, tetapi doa yang diwariskan turun temurun jauh lebih berharga.

Dengan segala yang dapat terjadi di dunia ini, saya merasa harus mengingatkan diri untuk banyak-banyak berdoa. Seperti kata salah satu teman, "Anak itu harus dikekepin. Kekepin doa." Dan seperti yang sering ditekankan dalam alQuran dan hadits bahwa ibadah itu bukan sekadar ritual, bukan sekadar diucap, tapi juga diimani. Sebagai orangtua, saya harus benar-benar menjaga tindak laku saya di depan atau di belakang anak-anak. Tidak ada lagi dualisme kepribadian. Ga boleh galau lagi.

Saya juga terpaksa sering-sering 'menyentil'
suami (kata 'terpaksa' digunakan karena konon kita tidak boleh berusaha mengubah suami) dari perilaku dan berteman. Saya selalu kritisi pemilihan dvd yang dia beli karena selalu berisi soal kehidupan narkoba dan seks. Percakapan cowok-cowok di bbm yang melibatkan share foto cewek-cewek seksi dengan judul 'Pembantu Seksi'. Walau ngakunya tidak turut ambil bagian dalam percakapan tersebut, saya tekankan foto-foto itu sudah harus lenyap sebelum masuk ke rumah. Dan last but not least menambah perbendaharaan ibadah dalam keseharian.

Saya sadar tabungan doa ini mungkin jumlahnya sama sedikitnya dengan rekening saya. Semoga Allah memanjangkan usia saya dengan berkah untuk berdoa. Karena sempurna hanya milik Allah. Dan semoga Allah senantiasa melindungi generasi kita dari bahaya dan bencana.

Jumat, 07 Maret 2014

My Story: Modern or Just a Freak?

Indonesia is heaven. Amongs these chaos, people seemed always like to come back home. But for me, or maybe for people around me, to live my kind of life in Indonesia is a little bit misplaced. Well ... I guess we can't control what other people thinks, right?
In my family, I was pretty known for my unusual decisions. I might have made them worried everytime I decided one thing. Maybe I am not good in convincing people. And the hardest one is to convince your beloved ones, like your parents. And it happens more often when I have kids. Sometimes I wonder, is it me or them?

1. No Nanny Allowed
I am not a supporter of having nanny to take care of my kids. Actually I don't really like if my kids were taking care by my parents. That is why, I founded urgency to quit from my job, and apparently I was having my second expecting. It was my omen.

After delivering Safir, I quickly moved out from my parents' house to my small apartment in Kalibata. That moment was quite hard because my parents tought it wouldn't appropriate for the kids. Lots of negative reasons were said. But I don't care. I need to get out of there so I can speak out my mind in my own house. I think they remembered how hard it was to live alone especially they lived in overseas for over a decade.

For the first months I had an assistance, for three months. But when she left, I didn't want to find another one because it was Hery who insisted me to have an assistance, though he knew I didn't like any kind of maid. He didn't want to bother me, he said. But I don't mind being bother, as long I don't have to see a maid around the house.

Well, it wasn't easy too. Because I became very selfminded and with the kids we are exploring many kind of emotion management just to become a better person.

2. Housekeeping Responsibility
Without any nanny or maid, the housekeeping's jobs are all my responsibility. Well, actually I want Hery to get involve more but apparently it was kind of difficult because he wasn't use to do it. At least, he wants to clean the bathroom.

This kind of attitude has something to do with your childhood. I remember one of my aunty said when I had just delivered Malika. "teach your kids to have responsibilities in their home, because I didn't do that and it seemed wrong now."

What she was trying to say is, she let her maid to do all the jobs, and when the maid left, she did it all and it killed her. Well looking from both side of story, apparently my aunty herself couldn't face that there are lots of things that need to be learned for her kids about housekeepings. And it has nothing to do with age. You don't get it any easier when you learn it older.

Though I am the baby in the family, I still had (only) two job to do when I lived there. To make the breakfast and clean up the dinner. Well, we only eat bread in the morning, but I have responsibilities to clean the table, to order any kind of plate or to make milk/ coffee/ tea. While for dinner, it was later on when my brother had a job and would come back quite late. That was my responsibility to wait for him to eat and cleaned it up later.

My older sister had a bigger responsibilities, in her early age, she had to do the housekeeping while preparing me to go to school (made breakfast, combed my hair, etc), before she went to school. My mom went to work before six o'clock in the morning, that was why she handed it out to my sister. And this attitudes were really helpful. There were moments when my mom needed to stay in the hospital for days. But I didn't feel anything different at home. Even my brothers could go to the traditional market to buy weekly goods, because they always accompanied my mother when she shopped there. So, it's all about making it a habbit.

Therefore when my brother n sis have to live a lonely life in overseas, the main problem was not doing housekeeping by themselves but more on financial management =) And me? Well, I don't need to live overseas to have that kind of life.

Housekeepings? Not easy. But nothing extraordinary about it. I wonder how hard it would be for they who never used to do housekeeping when they were kids. Keep fighting, peeps =) I know I still do.

3. Green Lover
There were lots of things that I do because of this reason. I do my laundry by myself because I don't like the use of plastics in the laundry shop. I use only one disposable diapers for my kids at night, and the rest of the day they use modern cloth diapers. Malika herself has done her toilet training before she was 3. My mom would said, was it too much to add in my laundry. I said, that is the use of washing machine, right?

I go to shop monthly, and if I need to shop weekly I would bring my own plastic bags. Those quick shop spends too much plastics. There are many things that we could collect other than plastics.

4. Pedestrian Lover
I don't have a car, and won't have it if I still live in Klaibata where you need to fight to get a parking spot. And for the same reason, I chose to live in the center of Jakarta, rather than a horizontal living putside Jakarta. In Kalibata City you will have lots of transportation options (train, cabs, bus, and even ojek). I don't have a motorcycle, and don't want to have it because it wasn't a family transportation and I don't want to make my family's life miserable for every curse that people pointed to the riders =).  Hery  himself prefers to sleep on the bus rather than stay fully awake riding a motorcycle in a wild street of Jakarta at night.

 I consume ojek for emergency and only bring one kid. I prefer public transportation, even the kids enjoy it more when they were on 'angkot' or 'bajaj'. If the sun is friendly enough, why not?

People found it pity, but I feel like I am living the european style ala Indonesia.

5. A Little bit Healthy Freak
Though my mom was a senior nurse, I prefer not to get drowned with the use of medicines. I don't take medicine for the kids whenever they had cough or flu. When they had fever, I will wait for their bedtime to give them parasetamol if they were still able to cheer up during the day. Of course I give them varieties of drinks.

My mom would see it pityful "what, you don't have money to go to the doctor?" she said. While actually I prefer this way because of her. When my mom was an active head nurse, we have (almost) unlimited free access to medicine. But when she finally retired, she prefer generics or anykind first help to cure the ill. Drugs was too expensive. Doctors were expensive. That is why she thought I was too poor to go to the doctor. While for me, this cheap way is actually a healthier way. I mean, why bother waiting in line for doctor for hours when you could cure it yourself at home?

 I don't take vitamins. I don't give my kids formulas. They drink uht that have a shorter process than a formula. I still breasfeed my 2,5 years old boy. I don't buy instant food, for daily use. I only have 10 instant noodles for a month, they are for Hery or me during the end of the month. I don't use any kind of vetsin or instant ingredients. And for my cake business, I barely use baking powder.

People said, "wow, you are so lucky to live above a mall. You can buy any kind of food everyday."

Usually, I just smile. I hate buying foods =D. It costs more money than pleasure especially when you have kids whose have specific taste. Picking a menu is an extra job for me whenever we go to the restaurant. I am an "eat to live" person.

I also have a dream that one day I could leave my chemical cosmetics and just deal with the organics. I just don't have a guts to do it now. One day ....

6. Prefer Homeschooling
Lots of parents found it hard to teach their kids, and that is why they prefer getting their kids into a course or a school with premium education. They think a premium system will create premium kids. For examples, Islamic school. Lots of parents choose it because of one reason, islamic. The parents hope that the school will teaches their kids about being a good muslim. But in my experience, wherever your school is, if your parents don't teach you the same way about religion, those formal education is going to be a big of bullsh*t.

I know a mother who asked a tutor to teach her 4 years old kids how to read. This mother could not afford a playgroup fee, that is why she prefers joining a fried chicken kids club for her kids. I was confused with her decision. I mean, if you don't have money then why don't you teach them yourself? She is a stay at home mom! She had a diploma. What is the difficult of teaching your own kids. Well, it's difficult but why waste your knowledge? Not having a job doesn't mean you can't use it for your kids, right?

I myself am trying to dedicate more on this homeschooling thing. need to have more fun on this. Trying to keep remember that the kids need to be happy. Stuff like that.

Well, again, that is just me. There was onetime I feel alone and thinking I was a freak. But thanks the internet I coud see that apparently lots of people might have a lot more unusual decisions than mine. We are just not in the same neighbourhood. And may God protects us and makes a better person everyday.

Kamis, 06 Maret 2014

Between Kindergarten and Reading-Writing-Counting Course

Malika will be 4 years old this month and her playgroup will end up on June. A year earlier. It makes me confused, should I sign her in a kindergarten this year? But she is too young to go into elementary school after graduating her kindergarten. Or should I put her  in a  reading-writing-course before she goes to kindergarten next year?  

I don't really into early school actually, but seeing how much Malika have learned in her playgroup, I feel bad if I take all the excitement that she has with her peer. Yes, what I am saying is the social benefit of going to school. Where she learned to have a social bound and learn to maintain it. That is why a kindergarten will be suit for her but she is too young.

While a reading-writing-counting course will make Malika keeps remember what she has learned at her PG. But, there is a doubt inside me. It's because the atmosphere. A course class is not an intimate class. Most of them are only about one student and one teacher. To study. No singing. No sharing food. No social bonding. Where kids are being reported for what they have achieved academically.

But I stay in the course option because it was way cheaper than a kindergarten and the course that I chosed was also teaches Iqra'. But then, I saw lots of articles about early education for kids on FB. I saw varieties of reactions from the parents. From the soft one to the hard one. It wasn't new for me, I myself am one of the supporter of teaching kids reading-writing-counting by the age of 7. Now, I don't know what should I choose.

To be honest, getting Malika and Safir into school is my way to keep positive to the kids. I need a space. But, seeing all these things, maybe I should rethink again. After tired of thinking, I started to talk about it to the father of the kids. As the donatur =).

And the conclucion is, Malika won't be at any of it. Malika herself has already a little brother as her sparing partner to face the world. People call it homeschooling. Guess, I need to arrange lots of activities so I won't get bored =D.