Kamis, 30 Maret 2017

KAMYStory: Ikatan Kakak-kakak Perfect tapi Saya Adiknya

Kakak beradik. Serupa tapi tak sama. 

Si penulis itu bertanya dalam status FB-nya. Persoalan terbesar apa yang dialami dengan saudara kandung?
Saya menulis, "merasa terdeterminasi oleh kakak yang kebangetan hebatnya"

Dan voila, saya tidak sendiri. Hingga kemudian terucaplah kata-kata di atas oleh salah seorang pemberi komentar, "Ikatan Kakak-kakak Perfect tapi Saya Adiknya" 

Saya geli setengah mati membacanya. Rasanya ngenes tapi bagaimana gitu. 
Saya punya tiga kakak. Lebih tepatnya dua abang dan satu kakak. Ketika saya bicara tentang kakak yang membuat saya terdeterminasi itu biasanya merujuk ke kakak saya, yang berada persis di atas saya. 

Sulitnya adalah, dia itu hebat segala-segalanya. Orangtua selalu memasang standar yang telah diraih kakak saya, untuk saya capai pula. Dan lama-lama aku lelah, karena memang tak kunjung bisa mencapainya.
Di kalangan ninik mamak saya lebih sering dikenal sebagai, "Ooooh, adiknya Dara,ya?"

Saya baru bisa terlihat setelah kakak saya kuliah s2 di luar negeri. Bayangin, perginya kudu keluar negeri lagi. Sedangkan gue ngedeprok aja di mari. ^^

Tidak hanya keluarga, teman-temannya pun begitu. Ketika saya berjalan, saya tak kaget lagi jika ada yang memanggil, "Dara!" dan saya jawab sambil terus berjalan, "Adiknya!"
Ironisnya, kakak saya selama ini malah merasa tumbuh tanpa pujian dari orangtua. Well, lebih tepatnya pujian orangtua itu ada, hanya saja tertuju semua ke saya. Dengan kata lain, salah alamat. Jadi, kepribadian dan prestasi kakak saya dipuja-puji di luar sana hingga saya sesak napas, kakak saya malah merasa rendah diri karena pujian dari orangtua sendiri tak pernah sampai padanya. 

Nah loh. Pelik lah hidup ini hehehe .... 

Jadi bagaimana kabar saya sekarang? Hmm ... yah lebih baik hahaha ... Mungkin setelah saya menetapkan bahwa "adikNYA" bukanlah kata milik, melainkan sebatas kata keterangan dalam silsilah keluarga bukan silsilah jalan kehidupan saya secara pribadi.

Apalagi setelah membaca  tentang cara kerja otak masing-masing individu. Kakak saya (dan juga ibu saya) adalah orang yang menjadikan prestasi sebagai mesin bahagianya. Orang-orang seperti ini senang mencapai sesuatu yang terbaik dan berharap diapresiasi, terutama oleh orang-orang terdekatnya. Sedangkan saya banyak menggunakan otak tengah, alias bisa semuanya tapi tidak jagoan. So, terimalah nasibmu, naaak. Cara kerja saya terbalik, apa pun hasilnya, yang penting progresnya membuat saya bahagia. Jadi menyandingkan kakak saya dalam sisi mana pun, apalagi dengan kacamata orang kebanyakan, tentulah saya kalah di mana-mana. Udah kalah, tidak bahagia pula. 

But it doesn't mean I hate her. Wong dia yang ngasuh saya.  Saya hanya perlu menerima diri saya apa adanya. Dan berbahagia atas apa pun yang diraih kakak (dan abang-abang) saya.  

Bagaimana dengan anak-anak?
Hmm, saya suka bingung sebenarnya. Misalnya: ga mau si bungsu dapat baju lungsuran terus (pengalaman pribadi), tapi baju kakak-kakaknya banyak yang masih bagus (mak irit lah). Ga pernah membandingkan, tapi anaknya minta disama-samain melulu, kalau ga disamakan dibilang ga adil. Hadooooh. Ini masih mending si bungsu belum bisa ngomong bener. 

Saya jarang kasih pujian but I said thank you karena saya merasa semua anak itu terlahir hebat. 

Ketika si sulung memberikan hasil ulangannya, yang saya cari letak kesalahannya. Coba ya, Amiiiii ....
Ketika saya tanya, "kok ini bisa salah?" 
"Iya, lupa" Jawabnya
"Kok bisa lupa?" Si Ami mulai nyebelin.
"Ya namanya juga orang, emang ga boleh salah?" Nah loh. 

Saya pusing deh. Saya sih pasrah lah kalau suatu hari anak3 saya pada komplain tentang berbagai kesalahan saya dalam pengasuhan. Eh, sekarang juga sudah sih. Hehehe .... Namun, dengan segala kekurangan saya, selalu berharap bahwa Tuhan selalu memberi perlindungan dan berkah pada anak-anak saya dan seluruh anak-anak di bumi. Untuk menjadi yang terbaik dari diri mereka, bagaimana pun orangtuanya. 

You don't have to be the best, but do your best and be happy.

Rabu, 29 Maret 2017

RABUku: Buku Anak Hasil Homemade Noura Publishing


Buku anak produksi Noura publishing ini dikerjakan seluruhnya oleh orang dalam loh. 


I always like the idea of editor who also writes books. Karena konon, akan menjadi sulit bagi seorang editor untuk menulis buku karena senantiasa dikoreksi. Sebenarnya sudah ada beberapa kawan editor yang menulis novel, tapi saya belum baca karyanya hehehe maafkeun ... 

Dua buku ini tak direncanakan dibeli secara bersamaan dan ternyata berasal dari orang dalam Noura Publishing sendiri. 


Serial Cican: Ups! Cican Menjatuhkan Vas!
Karya Lian Kagura 
Suatu hari, ketika Cican sedang melakukan tugas piket di kelas, tak sengaja dia memecahkan vas bunga. Apa yang akan dilakukan Cican? Mengaku? Menunjuk orang lain? Atau pura-pura tidak tahu? 

Penulisnya adalah salah satu asisten editor di Noura Publishing. Waktu membeli buku ini, saya tidak sadar karena tidak membaca nama penulisnya. Begitu hendak dibaca di rumah, baru saya ngeh. Seperti saya kenal niy .... 
Salah satu judul dari serial Cican ini adalah kerjasama dengan KPK loh. Dalam rangka mencegah tindakan korupsi sejak dini. Ketika membacanya, ga bakal nyangka deh kalau ini tentang antikorupsi. 


Serial Noura: Saat Aku Senang
Karya S. Shinta
Ini adalah buku tentang pengenalan emosi. Emosi memang keluar secara alami dari dalam diri, tetapi apakah setiap orang mengenali emosinya? Seringnya tidak. 

Pengenalan emosi lazimnya dilakukan ketika anak berusia dua tahun. Tahun yang sering disebut trouble two, karena anak-anak sedang mengeksplor emosinya secara liar. Nah, buku ini dapat membantu orangtua dalam mengajarkan anak-anak mengenali untuk kemudian dapat menyalurkan dan mengendalikan emosinya. Ada loh, anak-anak yang mukanya lempeng. Kalau difoto disuruh senyum, malah ga ada ekspresinya. 

Nah inilah Noura yang akan menceritakan apa yang dia rasakan ketika merasa senang dan alasan Nomura merasa senang hari itu. 

Ketika saya tahu bahwa teman saya menerbitkan buku ini, i was like saying, "Wah, ini shinta banget." Karena anaknya ini suka banget tertawa. Jadi, dia ini suka lupa hal-hal yang sebenarnya kalau dikumpul itu bisa bikin gondok hati. Semuanya diketawain. Cucok lah .... 
Buku ini juga memiliki judul-judul lain, seperti: Saat Aku Sedih, Saat Aku Marah, dan Saat Aku Takut. 

Kedua buku ini dikemas dalam hardcover sehingga cocok dijadikan hadiah untuk anak-anak usia 2-5 tahun. Apalagi harganya di bawah Rp50000,- Jadi ga berat lah jika dijadikan koleksi perpustakaan kelas playgroup atau PAUD. Kalimat yang pendek dan ilustrasi yang minimalis memudahkan anak-anak fokus dalam cerita saat dibacakan atau membaca mandiri. Semoga juga bisa seheboh serial Odong-odong Dongeng ya .... 



Minggu, 26 Maret 2017

SENINfo: Rasa dalam Penulisan Travel Blog





Baper. Itulah yang saya rasakan belakangan ini ketika melihat nasib kolom di blog saya, JJS alias Jumat Jelang Sore yang isinya terkait jalan-jalan. It has been like forever since the last time I wrote something about it. Udah lama banget ga keiisi ... huhuhu ... Belum lagi melihat tulisan-tulisan terakhir kenapa terasa kering, oh kenapaaa ...



Suasana sebelum Arisan Ilmu KEB di fx Senayan dimulai

Setelah beberapa minggu mengalami kebuntuan dan mulai melakukan pengaktifan otak kanan, alhamdulillah diberi jodoh untuk bergabung dalam Arisan Ilmu Komunitas Emak-emak Blogger yang akhirnya kembali diadakan di Jakarta. Topiknya tentang travel blogging pulak. Yah, walaupun niche saya ga spesifik di traveling, tapi jalan-jalan termasuk dalam sub-sub-sub tema traveling kan hehehe. 

Foto bareng Marischka Prue, biar tertular semangat travelling.


Dari sekian banyak yang dibagi oleh Marischka Pruedence sebagai narasumber, ada satu hal yang membuat saya merinding. Rasa. 

Ada saat ketika saya beralasan tidak menulis tentang jalan-jalan lagi adalah bahwa saya tidak pergi ke tempat-tempat keren seperti yang bertebaran di timeline media sosial saya. Yap, ngiri itu penyakit saudara-saudara.  

Padahal yang membedakan satu tulisan dengan tulisan yang lain itu bukan semata-mata topik kekinian melainkan rasa yang kita tebarkan dalam tulisan itu. It's like cooking something and you decided to use one brand of instant seasoning for all kind of food. Percaya deh, anak-anak ga akan suka. Mereka malah merindukan masakan minim bumbu, dan hanya diiris-iris, buatan ibunya sendiri. 

Rasa berasal dari pribadi kita sendiri. Itulah yang membedakan tulisan blogger dengan reportase. Ada pengalaman pribadi, ada pendapat pribadi yang membuat pembaca dekat dengan tulisan kita. Rasa ini dapat dibantu dengan penggunaan foto. Foto dapat membangkitkan kembali rasa saat kita mengalami perjalanan tersebut. Hal-hal kecil yang mungkin awalnya tidak dianggap penting. Oleh sebab itu, rasa tidak hanya berlaku pada tulisan inti melainkan juga dalam caption foto. Apalagi, pengolahan caption foto yang tepat akan memudahkan tempatnya di laman pencarian.  Duh, rasanya ingin segera minta cuti satu hari buat renovasi postingan blog. I feel like an old lady who hasn't brush her hair for years. I need a makeover.  

Prue, begitu dia biasa dipanggil, saya mengetahui tentang dirinya agak terlambat. Sepertinya ketika dia memenangkan lomba foto sebuah minuman kaleng, deh. Saat dirinya ditanya, mengingat dirinya yang memang seorang travel blogger pastinya akan mengalami pergi ke suatu tempat untuk ke sekian kalinya. Lalu bagaimana cara dia meningkatkan kualitas penulisannya?
Again, rasa. 

Perhatikan bahwa satu subjek dapat menghasilkan banyak ide tulisan blok



Gairah kita akan rasa mampu mendorong kita ke sudut pandang yang berbeda, walau dalam satu destinasi yang serupa. Kita akan terkejut mengetahui bahwa ada begitu banyak hal yang dapat dieksplor dalam satu destinasi.  Hal yang mungkin kemudian membuat kita kewalahan harus memulai dari mana. Beruntungnya, wadah blog memungkinkan kita membuat beragam postingan walau hanya dari satu topik. Karena karakter pembaca blog yang kebanyakan menggunakan ponsel untuk blogwalking, lebih memilih postingan yang tidak terlalu panjang dan tidak terlalu banyak hal yang dibicarakan. Semakin spesifik, lebih baik. Bisa-bisa jatah postingan untuk satu minggu habis hanya dari satu subjek. 

Memangnya ada yang mau baca? Apalagi kalau terlampau terpecah temanya, bisa-bisa ada artikel recehan. 

Hei, recehan is fun. Kata Prue.

Segala macam tulisan selalu ada pembacanya. So don't worry. Write it and don't forget to share it. 

Share adalah pintu yang membuka banyak kesempatan dan peluang. Jadi harus selalu percaya diri dengan tulisan sendiri. Selama sudah diberi tag yang sesuai dan di-edit sebelum di-posting. Ingat, etika penulisan tetap dijaga tanpa mengurangi kesenangan pribadi dalam menulis. 

Pulang dari Arisan Ilmu KEB yang diselenggarakan di fx Senayan, saya terisi kembali. I said, okelah, saya mungkin belum ke tempat-tempat keren dan kekinian itu, tetapi hidup di masa kini itu adalah being alive in wherever you are, right now. And I would bring that alive feeling in my posts. 

Semangaaaaat!!!! 

Rabu, 15 Maret 2017

RABUku: Menolak Lupa Pak Raden



Kabar meninggalnya Pak Raden 2015 lalu, menyisakan kegundahan di hati saya. Bagaimanakah nasib karya-karyanya nanti? Saya merasa sayang karena anak3 belum pernah merasakan fenomena Pak Raden, si pencerita yang jago menggambar. Apalagi dokumen saat saya berkegiatan bersama beliau di komunitas KPBA tidak ada. Yah, walau kenangan itu selalu melekat di hati. 

Lalu kemudian, salah satu kawan editor di penerbit Noura memberi kabar bahwa buku karya Suyadi alias Pak Raden akan diterbitkan kembali. Hati senang bukan kepalang. Walau mengaku sebagai penikmat Pak Raden dan dongengnya, sewaktu kecil saya malah tidak pernah baca karya-karyanya kecuali dalam bentuk buku pelajaran. Ingat buku 'ini budi'? 

Dan ketika penerbit Noura Books membuka preorder, saya segera mengantri. Inilah kesempatan saya meneruskan warisan Pak Raden ke anak3 .... because he was that good.



Ada dua judul yang menjadi comeback pak Raden, yaitu Seribu Kucing untuk Kakek dan Pedagang Peci Kecurian. 


1. Seribu Kucing untuk Kakek
Pak Raden dan kucing itu sahabat sepanjang zaman, maka tidak heran jika salah satu bukunya melibatkan kucing. Berawal dari seorang kakek yang tidak memiliki anak cucu, ingin memelihara anak kucing. Dibantu istrinya, dia meminta anak kucing ke siapa pun yang dijumpai, tapi nihil. Keesokan paginya, kakek nenek itu terbangun oleh suara kucing. Bukan satu kucing, tapi banyaaak sekali. Haduh, bagaimana ini?

Cerita ini selain memunculkan rasa iba tapi juga bagaimana kakek memecahkan masalahnya dengan cara yang cerdas dan menyenangkan semua pihak yang terkait. Dan di akhir cerita, si kakek nenek pun mendapat berkah tambahan atas kemurahan hatinya. 

Buku ini lebih tebal dari kebanyakan buku anak-anak bergambar. Jadi saya lumayan ambil napas panjang sebelum membacakan untuk anak-anak. Ilustrasi kucingnya membuat si bontot gemas, apalagi ada 'seribu' kucing dengan berbagai corak dan polah. 

Walau settingnya di kampung dan mungkin tempo dulu sehingga masih bertelanjang kaki (hal yang sangat disukai anak3 saya hehehe), tetapi ceritanya tak lekang oleh waktu. Love it. 

2. Pedagang Peci Kecurian
Seorang pedagang peci memutuskan untuk beristirahat di sebuah pohon rindang di hutan. Namun, ketika tertidur, sekelompok monyet mengobrak-abrik peci dagangan dan kemudian dipakai. Terbangun dan kaget, si pedagang mendapati monyet-monyet itu di atas ranting pohon yang tinggi dengan mengenakan peci-pecinya. Apa yang akan dilakukan pedagang demi mendapatkan kembali pecinya?

Lagi-lagi melibatkan binatang dan bagaimana ide cerdas tetap bisa mengalir di keadaan apa pun. Walau digambarkan si pedagang marah, tapi tidak terucap kata-kata negatif di dalamnya. Sehingga suasananya tetap cenderung jenaka. Biasanya, anak3 saya ketika dibacakan cerita yang subjeknya ada yang dikerjai, mereka akan marah. Nah, di buku ini, mereka turut tertawa. Istilahnya, emosi terjaga lah. Ga pakai drama-drama atau becandaan slapstik. 


Looking forward for the next titles. Hanya sedikit usaha dari saya untuk berterima kasih pada beliau karena telah hadir di masa kecil saya. Dan ketika dewasa berkesempatan bertatap langsung dengan Pak Suyadi, yang bagi saya dia bak sosok kakek yang tak pernah saya rasakan. Saya tak akan lupa. Dan semoga anak3 saya pun juga begitu. 

Launching buku ini akan diadakan hari ahad ini, tanggal 19 Maret 2017 di perpustakaan kemendikbud senayan mulai pukul 9 pagi loh. Yuk ketemuan di sana. 

Rabu, 08 Maret 2017

RABUku: Duet Motivasi dari Noura Books



It's been a while since the last time I bought book for myself. Biasanya buku-buku anak yang memang pada dasarnya koleksi juga, hingga akhirnya 'dianiaya' sama anak3. 

Sejak pertemuan terakhir di Indonesia International Bookfair 2016 lalu, saya memang sudah menantikan buku dari Pak Rhenald Kasali. Walau Pak Rhenald sendiri malah mengatakan, hati-hati loh sama buku kumpulan kutipan. 

Penulis buku kedua malah sudah lamaaaaaa sekali tidak berjumpa. Ya, Gobind Vashdev. Dulu, saya yang kelola buku pertamanya, Happiness Inside. Begitu saya mengundurkan diri, kami tak bersua lagi.  Singkat kata, saya yang punya terlalu banyak alasan hehehe .... Membeli buku dari dirinya langsung saya maknai sebagai cara menjalin silaturahmi sekalian beli arang untuk dimasak bersama nasi karena mas Gobind juga buka lapak atas nama wisdom shop.


Nah, langsung ke laporan bukunya deh.


BAPER
by Rhenald Kasali

Eh jangan baper duluan. Ini tuw, Bawa Perubahan. Sejalan dengan buku-buku Rhenald Kasali sebelumnya, tema berubah masih dipakai oleh Pak Rhenald. Penekanannya adalah, "apakah Anda mau tetap jadi passenger atau driver?"

Menjadi seorang driver berarti kita didorong untuk mampu berinisiatif dan akhirnya berkreasi. Terbayang dong ya analogi sopir ini. Jadi sopir kan ga bisa pasif. 

Cara latihan menjadi seorang driver adalah traveling sendirian. Yak, sendirian. Dan jangan ngandelin paket tur yaa ... 

Hahaha ini masalah saya banget sebagai tukang nyasar. Jadi ketika harus bepergian jauh sendiri-which is baru satu kali kayanya-saya mendadak mengeluarkan segala radar reminder. Lelaah. Ya memang, walau sering protes karena merasa diatur-atur (baca: dilarang) orangtua atau kakak3, kenyataannya saya orang yang punya kelemahan dalam mengambil keputusan. Mungkin ini akibat ya, tapi kan dah kejadian. Dan mengubahnya itu suliiit banget. 

Maka ketika pak Rhenald menyarankan untuk bepergian sendiri sejak dini, saya jadi ingat anak-anaknya Erwin Parengkuan bahkan bepergian berdua saja (kakak beradik) ke Ceko. Oh my God. Gue melongo. Ibunya sampai nangis-nangis ketika sudah berpisah sama anaknya. Terkadang kita sering terlalu larut dalam rutinitas mengurus(i) anak, kan. 

Nah, ini yang kemudian menjadi semacam cita-cita saya untuk anak-anak. To travel alone. Bukan dalam rangka kabur dari rumah atau patah hati kaya bapaknya yaaaa ... 

Kembali ke buku. Isi buku ini berisi kutipan-kutipan pak Rhenald terkait tema di atas. Dibuat sedemikian hingga supaya menarik. Sayangnya tidak ada yang berupa handlettering (maaf, saya masih lagi norak2nya dengan handlettering). Rasanya terlalu maskulin. Rupanya wajar saja, yang menyusun adalah anak-anak didik (plus anak kandung) pak Rhenald dari Rumah Perubahan yang kebetulan cowok semua. But still beautiful kok. Apalagi karena pesan ketika pre order, saya dapat bonus notebook-nah saya jadi bisa latihan handlettering. 

Buku ini bisa jadi 'tampar moment' hingga reminder seandainya dah merasa jadi driver tapi lupa caranya. Dirancang hardcover tapi ringan, jadi dapat dibawa kemana-mana dan dibaca di manapun. 


99 Wisdom
by GOBIND VASHDEV
Jadiii sejak terakhir bertemu, saya lebih banyak kepo-in mas Gobind via FB. Nah kumpulan renungan ini berasal dari FB. Mas Gobind sendiri mengungkapkan pada awal bukunya yang diberi tajuk copyleft instead of copyright, yang intinya seluruh isi buku ini ada di FB, silahkan dibaca. Tapi bagi yang suka membaca dalam bentuk buku, maka penulis akan menanam pohon untuk setiap eksemplar yang terjual...

Ga usah kaget, ga usah bingung. Yah, walau mungkin memang akan banyak menganga kalau mengetahui sedikit demi sedikit tentang Gobind Vashdev dan keluarga. Another color in life. 

Tulisan Gobind sekilas berbeda dengan tulisan Rhenald. Namun, garis besarnya sama. Berubah. Kalau pak Rhenald cenderung progresif. Mas Gobind lebih destruktif. Tanpa batasan, tanpa tergesa. Embrace. Terima dan kasih. 


Bagi saya, dua buku nourabooks yang terbit di bulan yang bersandingan ini menjadi semacam amunisi untuk lebih giat menjadi orang yang lebih baik. 

Kalau kamu?