Selasa, 29 Agustus 2017

SELASHAring: Anak dan Pameran Lukisan Istana ‘Senandung Ibu Pertiwi'




“Ami ini ga menepati janji!!” jerit si sulung ketika saya katakan mulai malas mau berangkat melihat pameran lukisan istana, “Senandung Ibu Pertiwi”. Bukan apa-apa, tapi hari itu terik sekali. Apa daya, hasil daftar online beberapa hari sebelumnya menunjukkan bahwa waktu yang memungkinkan adalah di jam 1-3 siang.  Namun, melihat anak-anak yang sudah berganti pakaian padahal baru pulang sekolah, saya tak sampai hati juga.



Dan kami berempat pun melaju dengan kereta dari Kalibata ke Gondangdia. Sebentar saja. Setiba di sana sambung dengan bajaj menuju Galeri Nasional. Sekejap, kami sudah sampai. Kurang dari 45 menit lah.



Siang itu terlihat sepi. Mungkin karena hari kerja. Kami berjalan agak ke dalam karena gedung utamanya menjorok jauh dari pagar. Pak satpam yang baik hati mengingatkan kami untuk berjalan di bawah bayang-bayang gedung agar tidak kepanasan.



 Terlebih dulu berbelok ke kiri untuk melakukan registrasi. Sebelum masuk antrian, saya menyerahkan tas dkk ke tempat penitipan. Petugas memastikan saya hanya membawa uang. Lipstik, pulpen, dan pensil yang kebetulan dipegang anak saya pun harus dititipkan. Ya iyalah, khawatir lukisan asli itu dicoret-coret. Setelah mendapat tas transparan berlogo Mandiri untuk tempat dompet dan ponsel, saya mendekati mas-mas berseragam BeKraf untuk menunjukkan bukti hadir saya via email yang ada di ponsel. Acara ini sejatinya gratiss ....


ATURAN

Patuhi aturannya sebelum masuk area pameran

Ada sekitar 12 aturan sebelum memasuki ruang pameran, yaitu: tidak boleh membawa tas, tidak memakai topi, tidak mengenakan kacamata, tidak memakai jaket, tidak boleh membawa selfie stick, tidak boleh membawa binatang, kamera maupun kamera ponsel tidak diperkenankan menggunakan blitz, tidak boleh membawa makanan dan minuman, tidak boleh menyentuh karya, dan yang terakhir saya tekankan ke anak-anak, tidak boleh berisik. Setelah yakin anak3 paham dan sepakat dengan aturan tersebut, barulah kami ke gedung utama.


LUKISAN YANG MENARIK PERHATIAN ANAK
Diam-diam dalam hati saya berharap ada lukisan yang menarik perhatian anak-anak. Takutnya mereka kecewa Cuma disuruh lihat-lihat, ga ada arena bermain hehehe ... Begitu kami masuk, deretan lukisan yang terpampang terlebih dahulu adalah tema pemandangan alam. Pikir saya, wah permulaan yang tepat niy, kan anak SD suka gambar pemandangan. Gambar gunung dan sawah yang fenomenal itu juga ada kok.

Lukisan Pak Tino Sidin


 Dasar anak saya orangnya memang ga fokus, jadi kami cepat sekali beralih dari satu lukisan yang satu ke yang lainnya. Mereka hanya minta dibacakan judulnya untuk menambah pemahaman.

Yang menarik perhatian saya adalah ada lukisan Pak Tino Sidin. Waduh legenda masa kanak-kanak saya niy. Ternyata karya beliau ada juga di istana? Wah, kira-kira karya Pak Raden ada ga ya?

Lukisan pertama yang bikin anak saya loncat-loncat adalah “Bertamasya ke Dieng” karya Ries Mueller. Maklum, kami baru ke sana beberapa bulan lalu. Mereka jadi bisa lihat Dieng sewaktu belum ada banyak properti foto selfie di sana.

"Menunggu Hidangan" karya Frida Hoffeman. Buat saya lukisan ini seperti foto. 


Setelah menikmati serial kebaya cantik yang menampilkan berbagai macam potret diri wanita berkebaya, anak-anak ketemu lagi lukisan yang bikin mereka jingkrak-jingkrak. Kalau tidak ada pembatas besi, mungkin sudah dipeluk itu lukisan. “Gatotkaca dan Dua Putri Arjuna” karya Basoeki Abdoellah lah penyebabnya. Tatkala banyak orang terpesona dengan lukisan “Nyi Roro Kidul”, bahkan saya enggan memotretnya (takut sendiri), anak saya malah lebih suka lukisan Gatotkaca yang sixpack dan otot kering kaya Bruce Lee. Iyalah, mereka belum tahu soal Nyi Roro Kidul. Kalau dipandang-pandang, memang Pak Basoeki ini ahli membuat lakon dramatis, dark gitu. Seperti karyanya yang besar banget “Djika Tuhan Murka”. Bikin ingat kiamat sudah dekat.

"Gatotkaca dan Putri-putri Arjuna" kebayang ga kalau anak-anak pose kaya gitu di samping lukisan "Nyi Roro Kidul"?


Hampir dua puluh menit kami di situ. Mau foto-foto lama juga sulit karena si bontot minta digendong terus hehehe ... Inginnya sih ada lebih banyak lukisan, tapi apa mungkin kendala ruang ya ... Lukisan-lukisannya sepertinya memang banyak dari masa kepemimpinan Soekarno. Memang beliau pun terkenal karena jiwa seninya sih. Ada sudut yang menampilkan foto-foto Bung Karno dengan para pelukis. Dan ada timeline sejarah juga di tembok merahnya. Di sini area yang paling terang sehingga banyak yang berfoto di sana.



Ada satu lukisan yang saya pikir berasal dari masa kepemimpinan Soeharto, soalnya ada sosok yang mukanya mirip sekali dengan Pak Harto tetapi rupanya itu adalah karya Itji Tarmidzi bertajuk “Lelang Ikan”. Dan Itji Tarmidzi ini eksisnya di zaman Soekarno. Kok saya tahu? Soalnya Itji Tarmidzi ini masih ada hubungan saudara sama saya. Di masa tuanya, saya pun pernah bertemu pelukis sekaligus pemahat ini di kampung mama saya dengan jaket biru khasnya. Daaan, saya telat tahunya waktu di Galeri Nasional hahaha .. karena anak-anak sibuk minta dibacakan judul lukisan, saya jadi terlewat membaca nama pelukisnya. Padahal saya memang sempat mau cari hehehe ... mudah-mudahan tidak dianggap hoax sama niniak-mamak ^^

Jangan lupa isi buku tamu ya ...


Apa saya harus balik lagi ya? Mau tahu kaya apa lukisannya? Termasuk dalam image spanduk besarnya juga di bagian depan Galeri Nasional. Penasaran? Datang saja, Pamerannya masih berlangsung sampai 30 Agustus koook ...

Info lengkapnya bisa tengok http://jadimandiri.org/





2 komentar:

  1. lukisan anturalis seperti itu aku suka krn bisa menikmatinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naturalis? Iyaaa .. Aq kalau sudah abstrak suka bingung, jadi ingat masa kuliah dulu. Disuruh perhatiin lilin lah, garpu lah ...

      Hapus