Minggu, 31 Mei 2015

hoMYNGGU: Mendadak Diliput tvOne Bareng Friday Fun Club

Serasa artis deh berita liputan melulu hehehe ... Saya baru mendadak (lagi) gabung sama komunitas di Kalibata City yang berjudul Friday Fun Club (FFC) ini dua minggu lalu. Minggu lalu malah tidak datang, dan kemarin saya memang harus datang karena mau bawa botol-botol selai. Lho kok?






Friday Fun Club atau FFC ini adalah komunitas yang rutin mengadakan kumpul-kumpul ibu-ibu dan anak-anak setiap hari Jumat (iyalah, namanya juga Friday). Kegiatan yang mengambil waktu pukul 13.30 ini biasanya diawali dengan membacakan buku, setelah itu baru kegiatan prakarya. Kegiatan prakarya ini bisa melibatkan anak-anak saja, atau ibu-ibu saja, atau kolaborasi ibu dan anak. Lokasinya pun bisa di mana saja, tetapi yang lebih sering digunakan adalah taman kolam Green Palace. Maklum unit-unit di Kalibata City kan pas-pasan jadi ga mungkin buat menampung 10 ibu-ibu plus anak-anaknya hehehe ....

Saya sendiri sudah setahunan lalu mendengar soal FFC. Waktu itu karena koekieku mau sponsor doorprize event FFC. Itu pun ga langsung tahu bahwa penyelenggaranya adalah FFC, hanya kebetulan lihat di spanduknya/ Saya juga ga ngeh sama orang-orangnya, kaya pernah ketemu tapi siapa ya?  Leave me wonder ....  apa ya itu?

Gaung FFC terdengar lagi ketika saya membaca artikel tentang FFC di harian Kompas dan saya manggut-manggut manyun saat membacanya. Kalau lihat dari foto-fotonya kok ya ga ada yang kenal. Yah, namanya emak-emak kurang gaul kaya saya mungkin agak diragukan bisa kenal banyak orang di Kalibata City. Bahkan suami pun meledek karena dia banyak bertemu teman-temannya di sini.

Kemudian, saya dapat kabar FFC setelah Malika ikut pengajian di masjid Nurullah Kalibata City. Rupanya salah satu member FFC ada di situ dan memberi kabar terkait wawancaranya di Women Radio. Konon, anggotanya dulu adalah para ibu-ibu yang menunggu anak-anak mengaji, tapi karena pengajian itu hanya Senin--Kamis maka di hari Jumatnya dijadikan waktu untuk kumpul-kumpul lagi. Saat itu saya masih belum tahu syarat dan ketentuan bisa ikutan kegiatan FFC. Bukan pemburu komunitas sih, saya kan pemalu, tapi isu FFC ini kok ya bolak balik di mata dan kepala saya.

Dan datanglah undangan itu. Bukan undangan keanggotaan. Undangan ulangtahun salah satu anak. Kebetulan pernah tinggal satu tower walau saat itu tidak benar-benar saling menyapa. Dilalah ketemu lagi di Gen Cerdik dan akhirnya dapat undangan ulangtahun yang digabung dengan kegiatan FFC. Saat itulah saya ber-ooooooo ini toh.



Karena insting kepo saya rendah, memang bukan insting reporter, jadi saya tidak banyak tanya bahkan ketika nomor hp saya masuk ke grup WA FFC. Paling saya SKSD aja hahaha .... Sok nimbrung dikit-dikit. Dan ketika saya tawarkan botol-botol selai untuk dijadikan wadah melukis--karena mau ada sesi melukis bareng pelukis beneran--ealah ada liputan. Alhamdulillah jadi bisa agak kosongin lemari hihihiy ...



Liputannya sendiri jadi memundurkan jadwal FFC, para ibu jadi gelisah, ngeri pas saat liputan anak-anak sudah masuk fase rewel karena lelah. Yah, ada juga sih drama anak-anak, mau bagaimana lagi. Enak juga karena ada anak-anak yang lebih besar sehingga bisa dilibatkan untuk membacakan buku. Saat melukis ... heboh cat acrylic. Kegiatan ini memang menarik perhatian orang, secara di tengah taman gitu. Yang rewel jadi agak lupa deh.




Keren juga nih mama-mama. Pas di WA saja pada bertebaran karya-karya si mama-mama ini yang bikin saya mengucap sendiri, "Ebuset, sempet yak." Alhamdulillah ketemu ladang ilmu lagi. Mudah-mudahan jodohnya panjang soalnya sekarang saya bisa menyapa lebih banyak orang di Kalibata City ketimbang suami hahahah ....

(Bukan) RABUku: Show Your Work - Austin Kleon

"Bagi seorang seniman, masalah terbesar yang harus diatasi adalah bagaimana caranya menarik perhatian." Honoréde Balzac
Ini bukan buku yang menuliskan tentang cara mempromosikan Anda atau karya Anda, melainkan bagaimana Anda atau karya Anda mudah ditemukan. Sekarang ini banyak sekali orang-orang yang bertitel selebriti sosial media dan kebanyakan dari mereka tidak dengan sengaja mempromosikan diri mereka melainkan sekadar menunjukkan karya atau kegiatan mereka dan kemudian sebuah komunitas pun terbentuk dan tak perlu waktu lama jadilah mereka selebriti sosial media.

Ya, sekarang bukanlah lagi zamannya bersembunyi di goa kemudian berkarya lalu menutup rapat-rapat terkait hal itu. Jika Anda artis ngetop seperti BIGBANG sih tak apa. Eh, walau sudah ngetop pun para artis ini tak segan menampilkan teaser-teaser walau tidak langsung merujuk ke hasil akhir. Membuat para penggemar menanti-nanti hingga penasaran itulah seninya.  Justru, dari sinilah kemudian terukur berapa besar animo masyarakat.

Namun, jangan sembarangan unggah. Semua ada tata tertibnya, jadi pastikan rumah kreasi Anda baik di dunia maya atau nyata bebas dari kontroversi apalagi skandal. Jadi, apa saja sih yang harus ditunjukkan?


foto diambil dari sini


 Austin Kleon, yang juga penulis Steal Like an Artist, hendak menunjukkan pada Anda sepuluh cara agar karya Anda dikenal masyarakat luas, yaitu:
1. Tak perlu menjadi genius
2. Pikirkan proses, bukan hasil
3. Berbagilah hal kecil, setiap hari
4. Buka koleksimu
5. Ceritakan yang baik-baik saja
6. Ajarkan yang kamu tahu
7. Jangan jadi manusia penyampah
8. Belajarlah menerima pukulan
9. Juallah
10. Bertahanlah

Jadi maksudnya bagaimana?

Nah, lengkapnya baca sendiri ya. Berguna banget buat kalian yang mau memanfaatkan jaringan. Bukunya bisa langsung dibeli di bukupedia koook. 

"Menciptakan sesuatu adalah proses panjang, tak menentu. Seorang pencipta harus menunjukkan karyanya," Austin Kleon

Jumat, 29 Mei 2015

JJS: Lihat Dino di Museum Geologi Bandung

Ketika dadakan diajak nginep di Bandung sama suami, satu destinasi yang kayanya diwanti-wanti betul di kepala saya adalah harus ke Museum Geologi. Bukan hanya karena di sana banyak koleksi batu-batu termasuk batu akik yang lagi tenar itu. Kebetulan (eh sengaja deng) nama anak-anak saya menggunakan nama batu, jadi yah anggap saja napak tilas sejarah. Plus, bapaknya sarjana geologi (walau kini profesinya nyaris sulit ditemukan benang merahnya dengan seorang geologis), jadi biar bapaknya senang lah anak-anaknya datang ke tempat yang pernah dia kunjungi lebih dari sekali ini (maklum kuliahnya pun di Bandung kala itu). Satu hal lagi, Malika lagi senang-senangnya dengan dinosaurus. Nah, karena belum kesampaian ke museum Zoologi, Bogor apalagi National Museum di London, kenapa ga ke museum Geologi? Seingat saya di sana ada kerangka binatang purba. Ya, saya dulu pernah pula ke museum Geologi. Bukan, saya hanya mahasiswi sastra Belanda UI. Datang ke sana dalam rangka study tour karena ada batu yang ditulis dalam bahasa Belanda zaman dulu. Ah, fotonya ke mana ya? (Lho jadi melenceng).

Anyway, karena menginap di daerah Taman Cibeunying Selatan yang sejatinya tidak jauh dari Museum Geologi, kami ceritanya iseng mau jalan kaki. Baru dua ratus meter berjalan, ganti rencana, cari becak. Ketemu becak Cuma satu sedangkan kita ada berlima. Akhirnya, saya (plus bayi 3 minggu) dan Malika naik duluan. Kata si mamang sih mau balik lagi anter suami dan Safir. Deket memang, tapi kayanya saya nyiksa tukang becaknya hahaha jalurnya nanjak soalnya. Dan walau Malika kurus tapi emaknya geda banget ini. Oalaaaah ....

Masih dari dalam becak kami melihat ke seberang jalan sudah banyak deretan bus wisata. Oh my God, penuh niy kayanya. Saya memang lebih suka suasana sepi museum walau mungkin lebih horor. Tapi ini beneran banyak banget rombongan pelajar SD dan SMP dari luar kota. Eh ternyata yang saya takutkan alias desak-desakan tidak terjadi di sini. Kali ini banyak petugas yang dikerahkan, jadi setiap rombongan mendapat gilirannya masing-masing untuk masuk. Selagi menunggu suami dan Safir, di halaman depan Museum Geologi sudah ada sedikit pameran, mulai dari fosil kayu, peti mati batu zaman purba, dll. Lumayan deh Malika jadi ga mati gaya juga nunggu ayahnya yang akhirnya ketemu tukang becak lain.

Dengan harga tiket hanya Rp6000,- dan tiga krucils tidak dihitung biaya, kami pun melenggang masuk. Mata Malika sudah menyala-nyala ketika melihat rangka mammot alias gajah purba yang menyambut kami langsung setelah memasuki pintu depan. Walau gedung museum geologi ini terlihat sangat panjang dari luar, biasa, bangunan Belanda, tapi tidak seluruh sudut difungsikan sebagai museum. Jadi dari ruang depan itu, kami berbelok ke kanan ke pameran purbakala. Ruangannya tidak besar, tapi rangka Tyrannosaurus Rex jadi perhatian karena yang paling besar sendiri. Ada pula rangka-rangka hewan purba lain yang ditemukan di Indonesia. Katanya sih Indonesia bukan jalur jurassic jadi hampir tidak mungkin menemukan fosil dinosaurus di sini. Lalu ada satu ruangan tambahan di samping yang berisi kerang purba. Ada kerang ukuran besar juga dipajang di sana.




seneng amat ketemu tulang


Usai dari ruang purbakala, Malika cs lanjut ke lantai atas. Saya tidak ikutan karena mau menyusui dan kebetulan sedang tidak fit jadi badan rontok semua rasanya kalau gendong bayi terlalu lama. Tapi tenang, saya masih kecipratan ceritanya kok.

Di lantai atas adalah tempat koleksi batu-batu. Namanya juga aktivitas geologi, gali-gali, ya ketemulah berbagai macam jenis batu, entah batu endapan hingga batu mulia. Ukurannya pun beragam, ada yang masih mentah, ada yang sudah dipoles. Tapi karena Malika cs sudah pernah lihat pameran batu akik, jadi yang baru bagi anak-anak adalah, stimulasi gempa.

Untung juga ya ramai, kalau sepi mungkin stimulasi gempa ini tidak akan dinyalakan. Malika dan ayahnya pun sempat mencoba, tapi kayanya ga ada yang foto, jadi kemungkinan info ini hoax hehehe ....

ketemu batu Safir. Kalau datang seminggu lebih lambat bisa lihat batu Lazuli



Yah, walau tidak harus tur sehari macam di National Museum of London, bagi anak-anak itu sudah melelahkan apalagi jam sudah mendekati waktu makan siang, dengan kata lain, sudah laparr.  Malika menenteng tiket museum ‘dino’nya dengan bangga lalu mengikuti kami berjalan ke warung Yogurt Cisangkuy. 

Minggu, 24 Mei 2015

Antara Saya dan Kate Middleton

Ketika dinyatakan positif hamil, rasanya gemes sama suami karena kok bisa-bisanya 'lolos' tapi di lain pihak ya mau diapain lagi, alhamdulillah sajalah. Seperti orang sombong saja nolak-nolak hamil, wong sama suami sendiri. Walau kadang saya curi-curi bertanya pada Allah, "emang saya perlu belajar apalagi sih? Sampai dikasih hamil lagi ..." eh rupanya manusia itu memang tidak tahu apa-apa, karena kehamilan ini berbeda sama sekali dengan dua kehamilan sebelumnya. Itu artinya, there are lots more to learn.

Eh, ternyata, ketika saya dinyatakan hamil, pada saat itu pula Kate Middleton diisukan hamil anak kedua. Maklum, Pangeran William adalah idola saya kala kecil. Kalau ada yang ingat foto dia memberi tanda tangan pertama, saya jadi tahu kalau dia kidal, just like me! Nah jadi deh saya senantiasa mengikuti perkembangan kehamilan istri Pangeran William itu. Well, this is my 3rd #pregnancyStory ....



1.  Hamil Rewel
Kalau Kate Middleton mengalami hyperemesis, saya juga kedapatan hamil rewel.

Dua kali hamil, saya tidak pernah rewel. Mau yang masih kerja di kantor sampai yang sudah resign. Semuanya sehat-sehat saja. Trimester pertama bisa makan nasi 8 kali dengan menu lengkap. Eh dilalah hamil ketiga malah terserang pusing, mual, dan lemas berkepanjangan. Ketika dikonsultasikan dengan dokter, katanya bisa jadi ada hubungannya dengan kondisi mengurus dua bocah. Belakangan saya tahu bedanya dengan kedua hamil sebelumnya, bahwa inilah kehamilan pertama ketika saya benar-benar sendiri, tidak di rumah orangtua, dari A sampai Z.
Sate padang dan air dingin adalah senjata saya yang paling ampuh dan paling nyaman masuk di perut. Kondisi ini ada positifnya juga. Suami jadi mau bantuin cuci piring. Hmmm .. kalau Pangeran William ngapain, ya? Hehehe ....


2. Jalan-jalan Terus
Usai trimester pertama dengan hyperemesis, Kate Middleton mulai menjalankan aktivitasnya secara normal, bahkan di h-1 kelahirannya masih menyetir sendiri. Saya sih ga perlu nunggu trimester kedua, tapi memang hingga menjelang lahiran pun, saya masih ke sana ke mari walau jaraknya semakin dekat dengan lokasi rumah atau rumah sakit.

Agak berkebalikan dengan kondisi di atas, saya justru banyak bepergian jauh saat hamil. Pada trimester pertama, saya sudah ke Semarang untuk pernikahan saudara naik kereta. Nonton konser Bigbang alias boyband Korea di Singapura pulang pergi. Pada trimester kedua sudah ke Bandung untuk menghadiri pernikahan rekan kerja suami. Mekarsari di Bogor buat nyenengin anak-anak. Dan belum termasuk jalan-jalan di ibukota yang outdoor di trimester tiga. Jadilah saya punya banyak pe-er untuk buat review di blog.

Lucunya, ketika sudah melahirkan pun dalam hitungan minggu, si new baby ini juga sudah jalan-jalan ke luar kota ... Keterusan kayanya. Kalau baby Charlotte mah enak ya, begitu lahir sudah di Inggris hehehe ....


3. Jelang Kelahiran
HPL kami rada mirip, jika Kate HPLnya tanggal 25 April, sedangkan saya 26 April. Namun, apa lacur, saya melahirkan pada 18 April sedangkan Kate pada 2 Mei. Ada yang maju satu minggu, ada yang mundur satu minggu.

Kalau proses melahirkan Kate ditunggu sejuta umat, saya yah mungkin 10 persen contact FB saya. Secara kerjaan saya di rumah sakit adalah update status hehehe .... Saya yang lahiran, saya pula wartawannya hahahah .... Oh, dan melibatkan orang-orang di luar negeri, berhubung kedua orangtua saya sedang di Inggris menengok keluarga abang saya yang menetap di sana. Nah, masih kena bau-bau Inggris, kan?

Dan akhirnya .... both of us delivered a baby girl! Yang menarik adalah kami berdua melahirkan dibantu oleh bidan. Kalau Kate memang sengaja minta bidan (tapi bidan kepala rumah sakit sana ya ... ) karena ingin melahirkan senormal mungkin, kalau saya ya karena bayinya keburu keluar ketika dokternya masih di perjalanan. Maklum ya kalau di sini dokter masih lebih populer ketimbang bidan.


4. Flawless Look
Keesokan pagi setelah melahirkan, kami berdua sudah pulang ke rumah masing-masing. Satu dunia heboh melihat tampilan Kate Middleton yang flawless, sampai-sampai dibilang ga benar-benar hamil. Padahal proses melahirkan normal ya memang begitu efeknya, legowoooo ....

Saya sendiri baru belakangan melihat foto saya ketika hendak pulang dari rumah sakit, yang ternyata yaaaah ga beda jauh lah sama Kate Middleton.


5. Pemilihan Nama
Kayanya saya rada cocok deh sama Kate Middleton sampai-sampai penamaan bayinya pun mirip. Anak-anak saya memang diberi nama dengan struktur kerajaan, yaitu Ratu. Menteri, dan Jenderal. Oleh karena anak pertama saya perempuan, yang kedua laki-laki, dan ketiga perempuan lagi. Nah, jika Kate melahirkan seorang Princess, saya kebagian jatah melahirkan seorang jenderal perempuan.

Nama bayi kedua Kate adalah Charlotte Diana Elizabeth, penggabungan nama wanita sang ayah mertua (Charles), nama mendiang ibu mertua (Diana), dan nama nenek sekaligus ratunya. SEdangkan anak ketiga saya adalah Meutia Kamal Baiduri yang merupakan penggabungan nama buyut saya (Cut Nyak Meutia) dan nama datuk saya (Kamal). Nah, mirip kan.


6. No Nanny
Seperti anaknya yang pertama, Kate memutuskan tidak menggunakan nanny untuk bayinya (ketika sudah agak besar sih akhirnya pakai nanny juga). Lha sama dooong. Saya boro-boro nanny, ART saja tidak punya hahaha ... jadi saya ragu ke-flawless-an saya akan bertahan lama (LOL). Ah, sudahlah, yang penting happy.

Mungkin suatu hari nanti, kami bisa bertemu dan saya akan ceritakan pada Kate bahwa kami punya banyak kesamaan hehehe ....



Tulisan ini diikutkan dalam lomba #pregnancyStory bersama NUK

Sabtu, 23 Mei 2015

Tidak Berbahaya tapi Jangan Berikan Ini pada Anak Kecil

Sayang anak sayang anak .... Seringkali atas desakan sayang anak atau karena anak rewel, para orangtua memberikan apa yang mereka minta walau itu bukan mainan anak-anak. Hati-hati loh kasih barang milik kita, walau tidak berbahaya tapi ketika rusak dan hilang bisa runyam urusannya.

1.  Kunci
Kunci rumah atau kunci kendaraan apalagi kunci kotak perhiasan, jangan coba-coba deh kasih ke balita tanpa pengawasan. Mereka punya kecenderungan meninggalkannya di tempat yang mereka sendiri lupa di mana.

2. Kartu
Kartu ATM atau kartu pembayaran lainnya juga jangan coba-coba kasih ke balita walau dia memaksa. Begitu kita lengah, kartu itu bisa diselipkan di tempat yang sulit diambil lagi atau tempat-tempat yang merusak kartu. Biasanya anak-anak tergoda melakukan kegiatan seperti yang dilakukan orangtuanya di ATM, yaitu memasukkannya di lobang tipis.



3. Gadget
Oke banyak ortu yang kasih gadget ke anak-anaknya, tapi biasanya perlu beberapa gadget yang dikorbanin. Dicelupin dan dibanting atau dilempar adalah kasus yang paling sering terjadi di usia batita. Eh tapi jangan salah, yang sudah anak kecil pun sering lengah. Bosan menunggu antrian dokter, main gadget, begitu dipanggil ya ditinggal aja itu gadget di bangku tunggu. ^^'


4. Perhiasan
Selain karena saya parno nanti anak saya dijambret orang, perhiasan itu adalah benda yang membutuhkan tingkah laku anggun dari pemakainya. Anting adalah sesuatu yang paling sering tidak ketahuan hilangnya di mana dan kapan. Untuk perhiasan yang banyak menggunakan atribut, di tangan batita atribut itu bisa jadi berantakan dalam sekejap. U_U


5. remote
Kita pikir remote adalah tumbal paling bagus ketimbang dikasiy handphone. Tutup baterai adalah yang paling sering rusak. Setelah itu perlahan-lahan rusak semua dan ga punya remote. Pilih remote ang segala merk bisa juga perlu trial. Kalau tukang jualannya sebelah rumah siy oke, lha kalau ga? Selamat deh kembali ke zaman dulu, pencet langsung dari tv nya. =P

6. Dompet
Naah apa isinya dompet, bapak-bapak, ibu-ibu? KTP, SIM, kartu ATM, bukti pembayaran, dll. Kasihkan ke anak maka segera dia bongkar, pereteli, dan kemudian segala kartu dan uang juga identitas bertebaran di mana-mana. Males kan kalau harus ke polisi bilang kalau identitas hilang karena anak?

Jadi, pastikan barang-barang ini tidak ditaruh sembarangan ya.
Have a great weekend ^.^

Jumat, 22 Mei 2015

JJS: Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Bandung

Tahun lalu waktu ke Bandung , ayah anak-anak sempat berencana mengajak anak-anak ke taman lalu lintas ini. Kebetulan tempat temannya menikah tidak jauh  dari sini (Baca Juga: Review Hotel: The Centrum). Hanya saja karena tidak ada cukup waktu setelah dari Saung Udjo, kami kala itu langsung ke tempat pernikahan.

Nah, karena kemarin itu jadwal anak-anak lowong banget (ke Bandung karena si suami ada kerjaan di sana, jadi ceritanya sambil nunggu suami kelar), yang terpikir untuk tempat main anak adalah taman ini. Yah, hitung-hitung ada edukasinya. Daripada ke trans studio yang kayanya banyak wahana yang belum bisa dimainin bocah-bocah ini, teruuuus mahal ajah hehehehe ....

Taman lalu lintas Ade Irma Suryani ini rupanya salah satu taman tertua di Bandung. Dan kalau lihat penampakannya dari luar, taman ini jelas butuh peremajaan karena sudah  uzur visi misinya hehehe ...
Waktu itu saya dan anak-anak, ditemani salah satu teman suami, usai rehat di Cisangkuy (Baca Juga: Lihat Dino di Museum Geologi Bandung), melanjutkan ke taman lalu lintas. Kalau di Jakarta saya mah ga berani ngajak-ngajak ke taman, pasti panasnya menyorot sekali. Mumpung di Bandung, cuacanya adem-adem, langitnya nyaris mendung, pas lah.

Harga tiket Rp6000,- berlaku mulai usia anak di atas 3 tahun. Begitu masuk, Malika sudah mencari-cari patung binatang yang dia incar sejak dari mobil untuk dinaiki. Di sana memang ada banyak sekali patung binatang dan kondisinya masih bagus dan utuh (yang sudah rusak sedikit sekali). Beberapa spot sepertinya pernah difungsikan sebagai kolam tapi kini sudah dibiarkan kosong. Jadi ketika anak-anak ingin menaiki patung kuda nil, saya terpaksa menolak karena posisinya di kolam yang rendah dan walau tidak ada airnya, tidak ada jalan turunnya. Sorry, kids.




Mainan-mainan old school juga bertebaran di sini. Banyak banget dan masih bagus. Perosotan, ayunan, jungkat jungkit, panjatan, dll. Biasanya kan mainan dari besi begitu sering terlihat sudah patah di sana-sini. Makanya banyak yang beralih ke mainan dari plastik. Mungkin mereka punya tukang las langganan, jadi biaya perawatan ga mahal-mahal amat.



Setelah menaiki beberapa binatang, kelihatan deh ada semacam komidi putar. Namanya gajah terbang. Bayar tambahan Rp5000,- per orang dan naik deh. Usai berputar-putar cukup lama, anak-anak lanjut ke sewa sepeda. Saya sudah tahu nih, Malika pasti bisa, sedangkan Safir pasti ikut-ikutan tapi ga bisa. Tapi yah sudahlah, namanya juga main. Lagian Cuma bayar Rp5000,- per sepeda kok.  



Sepeda punya arena bermain sendiri. Di sini baru agak diterapkan simulasi berlalu lintas walau sayangnya tidak banyak rambu yang dipasang. Dan seperti yang sudah diduga, Safir kesulitan apalagi harus melewati jalan yang berlubang dan menanjak. Akhirnya dia lebih memilih berlarian di jalur sepeda yang sepi itu. Jalurnya cukup menarik sih, ada turunan, tanjakan, dan terowongan. Entah berapa kali Malika muter-muter.

Jam baru menunjukkan pukul tiga sore, tapi wahana gajah terbang sudah ditutupi terpal. Ya, bedanya dengan Jakarta adalah pada jam segini wahana bermain malah sudah sepi, sedangkan di Jakarta justru baru keluar karena mataharinya mulai kalem. Akhirnya kami berputar-putar mencari permainan lain. Ragu-ragu mau naik kereta karena memang sudah sepi. Hanya ramai dengan anak-anak sanggar tari yang berlatih di dekat stasiun kereta mini itu. Begitu ditanya ke petugas dan menghitung jumlah yang naik alias hanya kami berempat plus, kereta pun siap berangkat. Saya melihat plangnya tertulis “gerbong kereta mini merupakan sumbangan dari PT PJKA tahun 1958”. Tahun berapa? 1958? Seriously?

Saya iseng tanyakan ke petugas, “Pak, ini keretanya masih yang dari tahun 1958?”
“Iya, gerbongnya.” Alis saya naik satu, lalu bapak itu melanjutkan, “Kalau mesinnya sudah pernah diganti, satu kali.” Doeeeng!

Ah yah sudahlah, anggap saja Pete di film anak-anak Chuggington yang usianya sudah 150 tahun tapi masih produktif. Toh, ga bakalan ketemu kereta ekspress juga.  

Dari perjalanan kereta terlihat lebih banyak mainan semacam komidi putar tapi sudah tutup karena sepi pengunjung. Taman lalu lintas ini juga kayanya terbesar di Bandung jadi lumayan berasa lah naik keretanya. Kaya naik kereta kelinci di TMII kali ya ....  

Jelang jam 4 sore, kami pun pulang. Sudah banyak nyamuk juga, rimbun banget soalnya. Dan catatan-catatan saya adalah sebagai berikut:
1.       Rambu-rambu hanya dipasang mencolok di depak pintu masuk, sekaligus segambreng dan kayanya dikirim dari Jakarta, karena petunjuk jalannya mengatakan nama-nama jalan di Jakarta (dan ga ada di Bandung). Harusnya sih pakai nama-nama jalan di Bandung juga dong, biar afdol.
2.       Seandainya rambu-rambu dipasang semua, taman lalu lintas benar-benar bisa jadi taman simulasi lalu lintas betulan, bukan sekadar taman yang kebetulan ada satu-dua tiang berisi rambu-rambu lalu lintas. Maksudnya kaya kidzania tapi versi outdoor. Misal, buat tempat duduk dengan model halte bus lalu ada rambunya. Atau di satu spot buat tema peternakan jadi ada rambu hati-hati ada banyak binatang. Walau permainannya serupa tapi kalau tiap kelokan ada temanya sepertinya lebih menarik. Jadi tidak hanya parade patung binatang di mana-mana.
3.       Please ... keretanya diganti dooong. Iya sih masih bisa jalan tapi horor juga bunyinya. GREDEK GRUDAK GEBRAK!


Anyway, masih bisa diapa-apain sih niy taman, bisa dibuat keren biar image taman tua ga melulu melekat. Mari kita tunggu sajalah, kan Bandung lagi rajin bagusin taman. ^^

Selasa, 19 Mei 2015

Serial TV: EMPIRE

Sudah lama sejak Glee, belum ada lagi serial televisi yang menampilkan lagu-lagu yang dinyanyikan pemainnya. Dan ketika iklan Empire muncul di Starworld, saya tahu harus menonton yang satu ini. Dengan Latar belakang keluarga Afro-Amerika penguasa label musik, sungguh membuat serial ini berbeda rasa dengan serial musik/pertunjukan lainnya.

foto diambil www.tvmediainsights.com


Kisah bermula dengan keluarnya Cookie Lyon dari penjara setelah 17 tahun. Itupun dengan perjanjian dengan FBI, mencari bukti keterlibatan Lucious Lyon atas serangkaian tindakan kriminal yang notabene adalah mantan suaminya. Cookie sendiri dipenjara atas partisipasinya sebagai bandar narkoba, yang terpaksa dia lakukan bersama suami demi membangun cita-cita mereka berdua, membangun label musik yang besar, Empire. Tujuh belas tahun terbuang dipenjara dan dilupakan, Empire telah berjaya di blantika musik dan Cookie datang untuk meminta bagiannya sebagai salah satu pendiri dan tetap bergabung di Empire.

Lucious sang CEO Empire walau benci tapi tak bisa menolak keberadaan Cookie baik di perusahaan maupun di hati dan masa lalunya. Dan walau terlihat berkuasa, Lucious rupanya diam-diam mengidap ALS. Konflik tidak hanya muncul antara Cookie dan Lucious terkait karier dan percintaan melainkan juga pada ketiga anak laki-laki mereka yang kini sudah dewasa. Anak sulung, Andre Lyon menjadi salah satu petinggi di Empire. Dialah si otak bisnis tapi terlalu ambisius ingin merebut kursi kekuasaan yang dimiliki sang ayah. Dengan didukung istri yang berkulit putih, Andre pun menggunakan ibunya sebagai kendaraan menuju singgasana.

foto diambil dari www.textbooktimbo.blogspot.com


Anak kedua, Jamal Lyon (Jussie Smollett)-my favorite—musikus berbakat tapi diabaikan ayahnya sendiri karena orientasi seksualnya. Cookie sendiri bertekad mengorbitkan anak keduanya ini, apa pun orientasinya, tetapi langkahnya selalu dihadang kekasih baru mantan suaminya. Sedangkan anak bungsu, Hakeem Lyon, adalah calon bintang Empire. Hidupnya dimanjakan dengan berbagai gaya bintang kebanyakan, wanita dan alkohol. Tapi dialah kesayangan ayahnya. Namun, rupanya dia memiliki kecenderungan Oedipus Kompleks. Walau membenci ibunya, dia justru menjalin percintaan dengan wanita yang jauh lebih tua (diperankan oleh Naomi Campbell).

Di setiap keglamouran yang ditunjukkan di serial ini, atau intrik-intrik, dan bumbu seksualnya, serial ini sebenarnya menceritakan tentang keluarga. Apa pun, bagaimana pun, di mana pun, pada akhirnya keluarga adalah yang utama. Sekali lagi, mengambil latar Afro-Amerika membuat rasanya berbeda karena selalu berawal dari komunitas yang sama, Bronx. Paham lah ya ....

Seluruh lagu-lagu di Empire mendapuk Timbaland dan Jim Beanz sebagai penciptanya. Untuk lagu-lagu yang dinyanyikan Jamal, sounds great. Suaranya pun memang bagus. Sedangkan untuk Hakeem yah seperti kepribadiannya, penuh amarah dan terkadang terlalu seksi. Serial ini juga bertabur bintang tamu, seperti Courtney Love, rita Ora, Snoop Dogg, dll, Saya agak kesulitan mengikuti serial ini pada awalnya karena ratingnya untuk 16 tahun tapi suka berbenturan dengan anak-anak masih melek (Minggu jam 5 sore) dan ketika hendak meninabobokan anak-anak (Selasa, jam 845). Mau dibiarkan anak-anak ikut nonton yah ga pas banget, susah sensornya. Jadi enaknya memang nonton sendiri.

Empire sendiri tidak mengambil banyak episode, hanya dua belas dan hari ini adalah seri finalnya. Ada pendapat bahwa episode ini terlalu singkat dengan segala drama yang terjadi, sehingga terjadi penumpukan kejadian heboh di akhir. Memang sih pertikaian antara Cookie dan Hakeem terlihat terlalu mudah diselesaikan. Bagaimana menurut Anda? Tayangan marathonnya mulai jam 11 siang ini loh di Starworld. Episode finalnya nanti mulai jam 7.45.


oia, di starworld ada kontes dandan ala pemeran Empire tuh. Yang mau ikutan bisa langsung ke web starworld yaaa ... 

Rabu, 13 Mei 2015

RABUku: 30 Paspor di Kelas Professor


Kebayang tidak, tugas akhir kuliahmu adalah pergi ke luar negeri, sendirian, dalam waktu 1,5 bulan ke depan? Tidak hanya mahasiswa yang dibuat kaget, bahkan para orangtua pun dosen sejawat juga terkejut dengan keputusan sang professor, Rhenald Kasali. Bagaimana tidak, itu adalah mata kuliah Pemasaran Internasional, apa hubungannya dengan jalan-jalan?

Sekilas seperti tugas yang borju, yang hanya bisa dilakukan oleh para mahasiswa yang tidak memiliki masalah finansial. Namun, karena keterdesakannya sebagai tugas wajib kuliah, justru mereka yang harus berjuang sejak awallah yang mampu menghasilkan pengalaman-pengalaman hidup yang berbobot. Bukan sekadar laporan perjalanan.

Hal yang menarik adalah, pada zaman tiket pesawat sudah semakin terjangkau dan liburan ke luar negeri bukanlah hal asing bagi banyak orang, rupanya hanya sedikit orang yang pernah mengalami bepergian sendirian. Benar-benar sendirian, bukan ikut rombongan atau apa pun. Bahkan untuk usia mahasiswa pun, bepergian jauh sendiri menjadi pengalaman baru.


foto diambil dari bukupedia

Bepergian sendiri ke negeri orang mendorong seseorang untuk beradaptasi, menghadapi masalah-masalah seperti tersasar, ditipu, dan lain-lain sendirian tetapi justru pada saat itu pertolongan pun akan datang tanpa diduga-duga. Walau tetap saja, semua berawal dari tekad menghadapi semua itu sendirian dengan tegar. Itulah yang  sejatinya dibutuhkan para calon sarjana itu usai menyelesaikan kuliahnya. Tidak serta merta teori.

30 Paspor di Kelas Professor terbagi menjadi dua jilid oleh penerbit Noura Books, itu artinya ada 60 kisah mahasiswa  yang berbagi pengalaman berlibur di negeri orang. Ada yang tertinggal pesawat karena tertahan di bagian imigrasi akibat dikira teroris, ada yang mendadak jadi calo tiket demi mendapat uang transportasi dan akomodasi ke salah satu negeri termahal, Dubai, ada yang terpaksa main ‘aman’ karena walau sudah sering ke luar negeri, orangtuanya tidak mengizinkan anak gadisnya bepergian sendiri, ada yang ditipu di India, dan masih  banyak lagi.

Tentu dalam penulisannya juga terdapat ragam cara. Namun, bagi mereka yang mengalami kisah yang menarik, cerita itu akan mengalir begitu saja sambil memicu debaran jantung para pembacanya. Ada juga yang terjebak pada laporan perjalanan ketimbang makna yang dia ambil dari situ. Sehingga bertebaranlah nama-nama tempat yang mungkin tidak pula dideskripsikan secara detail.


foto diambil dari bukupedia


Namun, tetap buku yang dieditori J. S. Khairen ini menginspirasi bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Dan tentu saja membuat saya ingin menambah cap imigrasi di paspor saya. Bagi yang sudah sering jalan-jalan, mungkin akan tertantang untuk pergi sendirian. Dan yang paling saya ingin terapkan pada anak-anak adalah memberikan kesempatan pada mereka untuk melakukan perjalanan sendiri, sedini mungkin karena di situlah kemandiriannya teruji. Agar tidak seperti ibunya yang selalu tersasar karena takut bertanya pada orang.  Agar tidak menjadi orang yang tidak takut akan perubahan, menghadapi rintangan, dan kemudian menjadi individu yang mampu berpikir cepat dalam mengatasi masalah.


Sementara itu, baca bukunya dulu deh. Jilid 1 dan 2 tersedia di bukupedia dengan harga Rp64000,-. Siap-siap menatap tanggal merah, merancang petualanganmu sendiri. 

RABUku: Holland, One Fine Day in Leiden

Aku tidak berada di sini untuk jatuh cinta.

Itulah janji Kara saat menginjakkan kaki di bandara Schippol, Amsterdam. Dan janji itu berulangkali dia ingatkan pada dirinya sendiri kala seorang lelaki bermata biru mulai mengisi hari-harinya.

Kara bukannya tidak punya hati hanya saja hati itu sudah lama membisu, terlalu lama. Sejak dia melihat sang ibu pergi meninggalkannya. Walau sang nenek dan kakek selalu menyediakan banyak cinta tetapi selalu sudut yang kosong dan menularkan kehampaannya juga mendorong instingnya secara tidak sadar untuk mencari.

Hanya negara ini yang terlintas dalam pikiran Kara  saat memutuskan melanjutkan kuliah. Ya, negeri kincir angin itu terasa sangat familiar. Dia dibesarkan dengan banyak kenangan akan Belanda walau saat itu kali pertamanya dia ke sana.

Saat Kara terseok-seok memulai cerita baru hidupnya, sebuah kotak tua mengais ingatannya.

Ibu yang pergi, Kara yang mencari.     



Selain fenomena fan fiction, novel berbasis travelling juga mulai menjamur. Saking menjamurnya hingga redaksi bukune membuat seri khusus novel berlatarbelakang luar negeri dan buku inilah salah satunya.

Jika bicara tentang luar negeri, alangkah janggalnya jika tidak ada kisah berlatar negeri yang kini dipimpin oleh Raja Willem Alexander ini. Selain didekatkan dengan sejarah, Belanda masih memegang rekor penerima mahasiswa Indonesia.

Latar belakang Belanda sebenarnya banyak digunakan pada literatur Indonesia tahun 70-an, yang kemudian trennya bergeser ke negara Eropa lain atau benua lain pada tahun 2000-an (ingat kan boomingnya Eiffel, I’m in Love?). Hingga kemudian buku Negeri van Oranje terbit. Dan Belanda rasa baru pun turut muncul.

Si penulis, Feba Sukmana, pun awalnya menjabat mahasiswa S2 saat menginjakkan kaki di Belanda hingga kemudian dalam perjalanannya dia menemukan pasangan hidupnya lalu menetap di sana. Inilah karya pertamanya yang diterbitkan secara utuh setelah sebelumnya turut berpartisipasi dalam sebuah tentalogi, Jika.  Rupanya tinggal di negeri orang tak menyurutkan semangatnya untuk tetap menancapkan sebagian dari dirinya di Indonesia.

Holland, One Fine Day in Leiden seolah sebuah judul yang janggal ketika disandingkan dengan bahasa Inggris. Berbeda dengan novel berlatar Korea yang dengan PDnya memasang kalimat Korea bahkan kalau perlu dalam aksara Hanggeul. Tapi tak apa, warga Belanda sendiri sudah terbiasa dikelilingi tiga bahasa sekaligus, Belanda, Inggris, dan Prancis.

Sekilas seperti membicarakan tentang cinta. Cinta antara orangtua dan anak, atau cinta pada lawan jenis. Namun, bagi saya pribadi, kisah ini lebih  banyak menceritakan tentang keberanian. Keberanian Kara untuk me-nghadapi kenyataan. Bahwa memang kadang segala sesuatu tidak berjalan sesuai yang diharapkan, tetapi bisa jadi itu menggiring kita ke sesuatu yang lebih baik. Karakter Kara yang suka galau sendiri terkadang membuat saya gemas, tapi bukankah itu yang biasanya terjadi pada kita? Seringkali sebuah masalah hanya menjadi besar di kepala kita sendiri.

Namun, karena terlalu real, unsur twist-nya jadi kurang terasa. Konflik Kara dengan karakter lain tidak serumit konfliknya dengan dirinya sendiri. Meski begitu, ada beberapa adegan yang cukup menyentuh emosi saya. Saya tidak akan beritahu yang mana, hehehe ….

Layaknya genre romansa, umumnya penikmat tahu bahwa kisah itu akan berakhir bahagia. Dan walau begitu, para pembaca tetap penasaran dengan cara penulis membuat pembacanya menebak-nebak bagaimana akhir bahagia itu tercipta.

Bisa jadi penulis hendak mempertahankan kisah manis tapi tidak lebay dan tidak terperangkap kenangan akan kisah-kisah di sinetron. Hanya saja, saya yang terperangkap dalam kisah-kisah yang lazim muncul di drama Korea (lha Korea lagi). Ketika kami dibuat begitu terikat pada karakter pasangan di drama tersebut hingga membuat kami tidak rela jika si penulis naskah memberikan adegan secuil pun yang membuat pasangan itu bersedih atau berpisah.

Toh, novel ini tetap menjadi kawan yang pas untuk di perjalanan dan selesai dibaca saat tiba di tujuan tanpa merasa lelah secara emosi dan kemudian semangat menjalani hari.

Buku ini bisa didapat dengan mudah di bukupedia dengan harga Rp54000,-.  Tinggal klik, tak lama buku sudah siap dibaca.  


Jumat, 08 Mei 2015

JJS: Wisata Poelang Kampoeng ke Cinangneng

Ini laporan yang sudah lama banget mengendap di kepala, zamannya Malika masih di Twinkers. Cinangneng sendiri beralamat di Jl. Babakan Kemang, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea Bogor. Kampus baru IPB masih sanaan lagi.

Ketika melihat plangnya, saya agak-agak menebak kegiatan apa yang akan kita lakukan di sana. Secara garis besar adalah memang wisata pulang kampung yang sangat berguna bagi mereka yang kelamaan tinggal di kota atau yang tidak punya kampung hehehe ...  Intinya memang perkenalan suasana kampung. Saat masuk disambut kebun dulu dan rumahnya baru terlihat setelah berjalan agak jauh. Sebenarnya area ini sangat luas tetapi model tanahnya berundak-undak jadi tidak bisa serta merta dinikmati dalam satu sapuan mata. Belum lagi tanaman di mana-mana. Segar banget jadinya. Ngomong-ngomong, kegiatannya kaya apa sih?


1.       Main angklung
Setelah semua siswa diberi kalung sebagai tanda masuk dan berbaris, mereka kemudian berkumpul di pelataran depan. Sudah disediakan bangku-bangku dan ada sebuah spanduk lebar terpajang di depan bertuliskan lirik lagu sunda. Pihak pengelola memberikan ucapan selamat datang singkat lalu membagi-bagikan angklung pada seluruh siswa bahkan orangtua. Kami diberi kursus singkat angklung. Tidak seintens di Saung Udjo memang tapi yah cukuplah. Dan dalam sekejap kami sudah memainkan sambil menyanyikan lagu Boneka Abdi.
Malika masih jetlag di bus jadi belum mood.





2.       Menari jaipong
Kemudian siswa-siswa Twinkers itu dikelompokkan dan kelompok Malika menuju pelataran lain untuk sesi menari. Di sana dengan cepat anak-anak dipasangkan baju menari, setelah siap, dipimpin oleh seorang penari yang berdandan lengkap, anak-anak pun diajarkan mungkin tiga langkah menari awal jaipong. Dan mungkin karena diulang-ulang gerakannya, jadi yah tidak perlu mengajarkan banyak gerak. Singkat saja, 10 menit paling lama.




3.       Membuat kue
Kami berjalan agak jauh lalu menuruni tangga yang curam dan panjang. Dan barulah ketemu lahan kosong yang luas. Semacam padang rumput gitu. Ada beberapa saung di sana dan satu kolam. Pada saung pertama, anak-anak diajarkan membuat kue hmm kue apa ya kok saya lupa. Pokok nya kue beras. oh, kue bugis. Dasarnya sudah setengah jadi, jadi ketika dikukus, anak-anak diberi yang sudah jadi. Nanti kalau ada kelompok selanjutnya, yang dikukus itu yang diberikan ke anak-anak untuk dicoba.



4.       Bermain gamelan
Kami lalu beringsut ke saung berikutnya. Sudah ada set gamelan di sana. Malika langsung ambil posisi. Pengajarnya mempraktikkan tiga nada untuk membentuk lagu sunda dasar. Tiga nada, kaya lagu punk Cuma main tiga kunci hehehe ... tapi yah cukuplah buat para bocah-bocah itu, karena jika dimainkan dengan irama yang tepat bisa tercipta musik yang harmoni. Nah, karena masih bocah itulah jadinya main bebas deh ... :D



5.       Membuat wayang jerami
Setelah itu, kami dikelilingkan dan duduk di rumput. Di tengah-tengah ada setumpuk jerami. Anak-anak diajarkan membuat wayang jerami, agak susah, jadi orangtuanya yang belajar hahaha ... konon itu prakarya anak-anak yang umum di daerah Bogor dan sekitarnya. Hasilnya sebenarnya agak serem buat saya hihihiy .... Macam boneka voodoo gitu.



6.       Melukis di atas  caping
Nah, di sini baru agak lama. Melukis di atas caping. Pada salah satu saung sudah disiapkan deretan caping polos dan palet warna. Jadilah mewarnai bebas. Caping-caping ini kemudian dijemur dan akan diberikan pada anak-anak usai seluruh rangkaian program ini.



7.       Menanam padi
Waktunya berkotor-kotor ria. Akhirnya  ... ketemu juga yang kotor-kotor. Orangtua dan anak ikut nyemplung berlomba menanam padi. Area sawahnya tidak begitu besar tapi lumpur banget. Maklum dah berapa puluh orang yang injak-injak sejak tadi. Malika senang banget di sini, bisa kotor-kotoran. Apalagi setelah itu dia tahu akan ke mana. Ke sungai ...



8.       Memandikan kerbau
Di sungai sudah ada kerbau kecil menanti. Dia sedang berendam dan para peserta diperbolehkan ikut nyipratin kerbau. Kalau dipikir-pikir agak kasihan juga ya jadi anak kota, norak banget mau mandiin kerbau. (LOL). Malika semangat ’45 dong, biar pendek dia mah jalan saja menyusuri sungai. Walau air hingga sepinggangnya, masih aja nafsu mau mendekati kerbau. Tapi hati-hati ya, jangan kelewat semangat nanti kerbaunya sebel juga.



9.       Berenang
Ini bagian dari acara bebas. Cinangneng juga membangun beberapa cottage mungil di sana jadi ada kolam berenang, walau ga besar. Malah terasa kecil banget karena ada rombongan dari sekolah lain. Sekolah dasar swasta yang muridnya dah gede-gede badannya. Atau jangan-jangan itu SMP ya? Plus bukan kolam renang anak jadi yah Cuma basahin kaki saja.



Usai semua itu, kami kembali ke pelataran awal. Mengambil caping yang sudah diwarnai dan diberi sertifikat. Setelah itu para pengajar berbaris untuk bersalaman pada kami. Di ujung barisan ada pemiliknya.

Cinangneng sendiri ada program lain yang berjudul Tur Kampoeng yang kegiatannya mendatangi Home Industri yang terletak di sekitar Cinangneng. Well, bagian memberdayakan warga sekitar kayanya. Bagus juga.



Kesimpulannya? Yah lumayan untuk perkenalan bagi mereka yang belum pernah pulang kampung. Saya pun jadi ingat pertama kali main ke sawah malah waktu SMA dan itu norak banget jalan di titiannya. Banyak ngerusakinnya hahaha .... Jika dirasa Cinangneng terlalu jauh, Rumah Perubahannya Rhenald Kasali juga suka bikin program semacam ini. Ga jauh, di pondok gede. Ingin juga ke sana, tapi belum kesampaian.

Oh iya untuk tanya-tanya langsung telepon saja ya ... (0251)-8621895

Have fun. 

Selasa, 05 Mei 2015

Seandainya Tugu Monas Direnovasi

Pada tanggal 1 Mei kemarin, Monas sempat rame oleh rombongan buruh. Sebelumnya tim Avenger juga mampir di sini. Ngomong-ngomong soal monas, terakhir kali saya ke sana adalah pas pameran alutista, plus ngoyo banget ngantri berjam-jam buat naik puncak monas. Tahun lalu sih denger-denger monas mau direnovasi, ga tahu di sebelah mananya, tapi kalau boleh saya mau sumbang usul nih, jikalau bingung monas mau diapain lagi. 





1. Monas yang ramah untuk para difabel dan pengguna stroller.
Untuk bisa masuk ke area monas, kita harus turun-naik tangga dan ga ada jalur landai. Jadi buat para ibu-ibu pendorong stroller ya see you bye bye deh ... Not to mention para pengguna kursi roda.

2. Ubin Kasar untuk Tangga
Tangga di monas itu semua terbuat dari marmer or granit, jadi kalau basah ya licin banget. Saya pun sempat terjatuh, mana lagi hamil muda. Syukur baik-baik saja. Kebayang kan kalau ada orang-orang tua yang menemani cucunya harus turun ekstra hati-hati di tangga itu. Tinggi pulak. Jadi selain lintasan landai, mbok ya tangga itu jangan pakai marmer, wong outdoor dan ga selalu ada tukang pel kok .... 



3. Berdayakan Lorong di antara Jalan Masuk menuju Monas
Mungkin yang Ahok bilang mau taruh para pedagang di underground monas itu maksudnya di lorong menuju monas kali ya? Karena lorong itu hampa sekali. Pasang kek foto-foto monas dari masa ke masa, atau jadikan itu galeri apa kek, daripada kosong dan kelihatan ada bocor di sana-sini.


4. We Want More about Monas
Judulnya monas, tapi pameran monasnya ga ada. Dibiarin aja tugu itu berdiri tanpa atribut apa pun. Pun di museum yang terletak di bagian bawah monas pun hanya bicara monas di miniaturnya yang terletak setelah pintu masuk.

Cari dong dokumentasi, misal siapa saja yang sudah pernah membuat miniatur monas dan dengan media apa. Kan zaman dulu pernah nge hits lah monas itu. Kalau ga ada, ya bikin event kaya gitu. Misal cupcake bertema monas? Saya pasti ikutan.

Yang saya ingat dulu monas pernah pakai dasi raksasa, lupa dalam rangka apa. Atau ada ga dokumentasi proses pembangunan monas? Jadi lebih hidup dikitlah museum itu, ga hanya pameran patung-patung kecil itu (mendadak lupa istilahnya).

4. Bisa Ga Liftnya Digedein?
Tahu kenapa antrian ke puncak monas bisa sepanjang dan selama itu? Pertama, liftnya cuma satu. Kedua, kapasitasnya cuma 5-7 orang. Kapan kelarnya?

Memang sih, lift itu disesuaikan lehernya si monas, tapi apa iya ga bisa digedein? Kalaupun ga bisa, buat lift tambahan dong di luar. Yang transparan. Pasti memacu adrenalin hahaha ...

5. Desain Ulang Interior Puncak Monas
Sudah ngantri berjam-jam eh begitu sampai di atas ruangannya mengecewakan. Panorama ketinggiannya masih keren tapi ruangannya itu loh. Pipa melintang dan menggantung di bawah. Tali temali bersilangan di bagian atas, itu pun ga atas banget, jadi ganggu di mata. Dari zaman baheula ga pernah diapa-apain niy ruangan. Makin jelek aja. Bikin dong yang keren bin beradab. Tapi suseh juga karena dah ada antrian panjang buat yang turun. Rempong.


But talk is cheap ... biayanya ga murah. Apa mungkin karena itu tugu monas tidak kunjung direnovasi? Hmm ...


Senin, 04 Mei 2015

MADE: Comeback-nya BIGBANG

Walau tahun lalu judulnya Final Closure sama Bigbang makanya bela-belain nonton di Singapura, tapi tetap saja ngikutin berita comebacknya boyband garapan YG Entertainment ini setelah hampir tiga tahun vakum sebagai grup. Deg-degan mulai semakin terasa ketika salah satu teman men-share jadwal konser Bigbang di Indonesia. Tanggal 1 Agustus 2015, oh tidak, itu terasa sebentar lagi. Kuatkan hatiku, Tuhan, jangan sampai ibu-ibu beranak tiga ini ikutan jejeritan manggil TOP dari tepi panggung. Jangan lagi. Tobatlah ... :D
Lalu kemudian dapat bocoran lagu Loser dari konser pertama di Seoul dengan tajuk Made. Ga begitu jelas. Tapi begitu MV-nya keluar 30 Mei kemarin di Youtube, saya mencoba menyimak dengan saksama. Setel satu kali lalu langsung ke Bae Bae, ya dua single sekaligus diluncurkan. Cukup dengar satu kali. Mencoba meresapi lalu esoknya lihat lagi MV-nya. Kedua lagu ini agak butuh waktu untuk memahaminya,  mungkin faktor ‘u’ (sayanya hehehe ...). Beda dengan ketika Bad Boy dan Blue rilis MV-nya. Bisa jadi karena waktu itu saya beneran nungguin detik demi detik peluncurannya. Kalau yang sekarang, yah tergantung nasib saja. Jadi viewer yang ke sejuta sekian ga papa hehehe ...

Senada dengan yang dikatakan detik.com. Lebih terasa hip hopnya, walau ... kenapa mereka pada syuting di AS lagi yak, seperti seri kedua dari MV Bad Boy dan Blue. Nah, karena saya bukan pengamat musik handal, saya mau bicara dari sudut mata fans saja deh.

1.       Walau perlu dua kali melihat MV nya bagi saya untuk bisa memahami lagunya, reffrain Loser sudah terngiang-ngiang di kepala saya hingga kini. Lucunya malah adegan di MV Bae Bae lah yang paling nempel di ingatan saya. Banyak yang memorable. Taeyang naik kuda yang berjalan lambat, adegan Daesung tiduran di atas air (dia terlihat keren di situ), dan adegan Seungri dengan latar putih dan ada tangan cewek berwarna senada dengan latar merayapi dada Seungri dari belakang. Idenya menarik.

2.       Saya sebenarnya agak kasihan sama judul Loser, awal debut ada single berjudul #1 dan VIP, aura optimis tapi lama kelamaan kenapa semakin sendu saja ini Bigbang. Kan bikin kita jadi pingin chayang chayang (lho?)

3.       Peran TOP. Dari teasernya TOP seperti ingin memperlihatkan badboynya dengan lebih harfiah. Dulu mau merokok saja diam-diam—karena Bigbang sempat kampanye antimerokok. Sekarang ga Cuma pegang rokok tapi sekalian disembur asapnya. Dan di MV Loser, ada model ceweknya juga. Mesra-mesraan. Karena sudah pernah lihat adegan hot-nya di Tazza 2, saya sudah lebih pasrah untuk MV Loser ini. Ya sudahlah, udah gede, bukan suami gue  juga ... let it goooo let it goooo .... Walau di MV Bae Bae juga perannya rada sama, semacam psycho yang aneh itu, tapi di Bae Bae setidaknya ga mesra-mesraan. Cuma buka-bukain rok cewe. Lha, macam anak SD aja. ^^’ But again ... let it be, let it be ...

4.       GD mana ceweknya? Sementara anggota lain-lain bergantian di kedua MV itu melakoni adegan mesra dengan model cewe, Cuma GD yang ga ... Paling mentok dia sama patung cewek. Haiyah .... Ga papa deh, dia dah sering dapet cewe di MV yang lain.

5.       Perubahan gaya. Biasa, album baru, gaya baru. GD dengan gaya rambut pendek, cepak di sisinya dan bagian atasnya yang pendek itu diberdirikan. Gaya rambut Taeyang agar berbeda di dua MV itu, tapi buat saya sih yang bagus yang seolah rambutnya lurus panjang dan tipis di MV Bae Bae. TOP .. ehem ... sebenarnya dia rada mengulang gayanya di duet GD & TOP, rambut ke atas. Tapi ini versi berantakannya dan terkadang seperti patung Liberty. Ah, untung ganteng, lo. Seungri menggunakan warna rambut pirang jagung yang sama dengan GD, Cuma versi ga diberdirikan. Belum lagi gaya bajunya yang tetap perlente walau pakai jaket kulit. Dia terlihat lebih keren dari biasanya. Last but not least, Daesung. Daesung ini makin lama makin cakep kayanya. Walau dulu sempat disebut the ugly tapi rahangnya itu makin menegaskan kalau dia juga keren. Rambutnya hitam sekarang, dimajuin semuanya ke depan sampai ketutup matanya. Yummy ...

Bigbang akan terus mengeluarkan single baru setidaknya satu single tiap bulannya. Jadi kayanya bakal rajin mantengin youtube hehehe .... (dan berusaha tidak menabung keinginan nonton konsernya di sini. Bayinya masih 4 bulan, bu... ingat ingat ... )

Well, anyway, Lots of love for Bigbang!!!









Video berasal dari page Bigbang di Youtube yaaa ... 

Minggu, 03 Mei 2015

hoMYNGGU: My Mom is the New Kartini di Gen Cerdik

Ahad kemarin, tepatnya tanggal 25 April 2015 lalu, kelas aktivitas Malika dan Safir alias Gen Cerdik mengadakan acara menyambut hari Kartini. Sebenarnya karena menyandang institusi pendidikan non formal, awalnya pihak Gen Cerdik tidak berencana mengadakan acara semacam ini. Namun, karena terinspirasi surat Kartini yang mengangkat soal peran ibu sebagai sumber ilmu pertama bagi anak-anaknya, maka dibuatlah acara lomba kecil-kecilan dengan tema “My Mom is the New Kartini”.

Pengumuman untuk acara ini memang baru disampaikan secara lengkap beberapa hari sebelumnya, tapi syukurnya memang tidak ada hal yang kemudian memberatkan para orangtua, seperti misalnya harus bayar atau harus pakai baju adat. Justru orangtuanya yang semangat mau cari baju adat, maklum hari Kartinian pertama buat anak-anak. Dari Gen Cerdik rupanya punya juga link penyewaan baju adat, jadi para ortu tinggal mampir di Gen Cerdik untuk pilih-pilih baju yang sesuai minat dan ukuran.

Saya sih ga sempat urus-urus baju adat, secara baru lahiran juga. Niatnya Cuma ingin anak-anak ikutan lomba biar senang, ga senep karena acara bermain jadi agak terbatas pascakedatangan adik baru. Malika pakai kaftan saja, anggap saja Kartini dari Timur Tengah. Safir tadinya mau dipakein kostum Batman, tapi yang keambil Transformer, yah sudahlah.

Kami keluar unit sejak pukul 10-an. Acara di Gen Cerdik baru mulai pukul 14. Agak salah memulai hari yang berakibat anak-anak rewel karena belum makan dari pagi. Ngalor-ngidullah kami di bawa, eh kecuali saya yang sempat balik ke unit mau menyusui. Dari langit yang cerah hingga hujan deras. Dan sampailah kami di Gen Cerdik dengan nomor urut hadir 1 & 2.

Awalnya Safir ga mau ikutan lomba, biasalah begitu sampai di Gen Cerdik dia sesumbar ingin ikut lomba yang banyak. Lombanya sendiri direncanakan ada tiga macam, idenya adalah membuat para ibu senang; lomba pertama membuatkan makanan untuk bunda, lomba kedua free style make up dari ananda untuk bunda, lomba ketiga bunda memasang gambar anggota wajah dengan mata tertutup dipandu oleh anak & pendamping.

Rupanya antusias para orangtua memang besar, yang datang tidak hanya bocah-bocah berpakaian daerah tapi juga busana resmi lainnya, ada juga yang pakai baju santai. Ortunya juga begitu, ada yang dandan cantik, ada yang kucel kaya saya dan suami hahaha. Bebas lah, yang penting happy.

Saya sendiri sebenarnya lebih memikirkan bagaimana teknis perlombaan jika diaplikasikan pada saya yang bawa tiga anak dan dua di antaranya adalah siswa Gen Cerdik. Dan rupanya mestakung. Safir tidur. Begitu masuk ruang Gen Cerdik dan sambil menunggu anak-anak lain, dia goler-goler di karpet puzzle berukuran besar itu dan kemudian merem, tak terusik sama sekali. Lalu ada salah satu orangtua datang melihat Meutia yang masih berumur seminggu itu, ga hanya melihat tapi juga digendong dan selfie bareng suaminya eh tahu-tahu sudah dibawa aja Meutia di dalam sementara saya dan suami juga Malika siap menjalani lomba pertama kloter 1, menyiapkan makanan. Serasa punya satu anak hahaha ... Usai pembukaan dan pembacaan surat RA Kartini oleh Miss Rachmi sebagai CEO, lomba pun dimulai.




Makanan yang disiapkan juga bukan yang rumit, disediakan biskuit sandwich kopong, sedikit meses, sedikit parutan keju dan susu kental manis. Malika sudah punya ide sendiri, Amy hanya menanti, ayahnya jadi souz chef. Lalu taraaaa ... jadi deh. Walau tidak bisa langsung dimakan karena harus dinilai, tapi saya sih senang-senang saja makannya, lapar bo!


Safir baru bangun menjelang lomba kedua kloter kedua, nah baru deh full team. Mata saya ditutup, tangan kiri gendong Meutia, tangan kanan berada di atas dua kertas a5. Ya, dua, karena saya memasang untuk dua bocah sekaligus. Ga perlu menang kan? Yang penting happy, kan acara keluarga. Dan begitu penutup mata dibuka, lha tinggal kami doang memang hahahaha. Sayang ga ada fotonya. Juru potret bantuin yang baru bangun tidur soalnya.

Malika sudah menanti-nanti apakah dia memenangkan sesuatu, saya menyiapkan dalam hati apa yang akan saya katakan padanya karena saya yakin kami tidak menang apa-apa. Hadiahnya tidak muluk-muluk, bukan trofi, ‘sekadar’ cetakan dino dan buku. Dan ketika semua pemenang diumumkan, Malika cengar-cengir saja karena tidak menang. Eh rupanya tim Gen Cerdik baik hati, semua anak dikasih hadiah. Yang bikin saya ge er adalah keluarga kami disebut pertama sebagai penerima hadiah apresiasi. Kata miss Rachmi sih karena mau repot-repot bawa bayi. Horeee ... akhirnya Malika dan Safir dapat hadiah juga, dari Manthilis lagi—ga sia-sia saya ga jadi beli waktu itu (lho?).

Oh iya, ada bonus keriaan lain. Photobooth. Anak-anak difoto satu persatu dengan studio dadakan. Agak telat si fotografer datangnya karena akhirnya ada anak yang sudah game over baju adatnya hehe .. but then again, ga masalah, yang penting happy. Malika dengan muka kucel dan rambut acak-acakan pun ikut bergaya. Safir masih belum tune in dari mimpinya, yah suds, liatin aja.


Dan hari yang sudah menjelang sore pun menghampiri, orangtua yang lelah dan tiga bocah yang masih terang benderang matanya karena dapat hadiah pun kembali ke unit. Mengerjakan proyek  manthilisnya ditunda hingga besok. Ga sanggup, euy. Biarlah kalau dianggap tidak sekeren Kartini, yang penting Amy mau istirahat dulu. Dan anak-anak pun tidur dua jam kemudian, sambil membawa kenangan tentang hari itu. Seperti kata Malika, “aku senang banget hari ini ... ikut lomba, bikinin amy kue, dapat hadiah lagi!”



Thank you, Gen Cerdik for the experience .... 

Jumat, 01 Mei 2015

JJS: Wisata Rumah Ibadah di Semarang


Usai lebaran tahun lalu, ketika saya belum ketahuan hamil, saya sekeluarga bertolak ke Semarang dalam rangka pernikahan sepupu suami. Ini bukan kali pertama bagi saya ke Semarang, hanya saja dari sekian kali ke sana, saya justru belum pernah benar-benar jalan-jalan bak turis lokal di ibukota Jawa Tengah itu. Makanya, pada kesempatan itu, usai pesta pernikahan, disiapkanlah satu hari khusus untuk jalan-jalan. Setelah browsing sana sini jelang subuh, ternyata tema keliling Semarang adalah “Wisata Rumah Ibadah”. Yuuk, mareee ...
1.      

Masjid Agung Semarang
Masjid Agung Semarang ini letaknya tidak jauh dari hotel kami, hotel Metro. Jangan salah, ini bukan Masjid Agung yang sekarang jadi ikon Semarang, tetapi memang ada banyak masjid agung or masjid raya di sini. Toh, masjid ini bukannya tidak punya prestasi, setidaknya pada zamannya, masjid ini pernah menjadi ikon juga sebelum ada masjid Raya yang berada di dekat simpang lima.
Pagi itu, masjid masih ditutup. Jadi kami berfoto di pelataran saja ditemani beduk yang ukurannya cukup besar. Sayang, di sekitar sini tidak ada jajanan yang gelar lapak pagi-pagi, jadilah saya lapar dan bersegera ke tujuan selanjutnya.



2.       GPIB Immanuel atau Gereja Blendoeg
Ketika tiba di pelataran gereja ini, saya jadi teringat tur studi yang pernah saya lakukan saat kuliah. Memegang status sebagai mahasiswa program studi Belanda, tempat-tempat seperti gereja dan kuburanlah yang paling sering kami datangi. Gereja ini juga dibangun pada masa penjajahan Belanda. Ada dua pintu masuk, yang menghadap jalan raya disambut dengan tulisan GPIB Immanuel sedangkan dari samping barulah ada tulisan Gereja Blendoeg.

Saya tidak masuk ke dalam, kirain tak boleh. Tapi begitu melihat rombongan bule-bule dengan bus boleh masuk, saya jadi kepingin. Sayang, sudah mau cabut. Gara-garanya ya karena lapar itu. Anak-anak juga rewel, paling adem sedikit pas main di taman depan gereja. Saya sendiri jadi terlibat ngobrol basa basi sama seorang tua di sana. Itu loh orang tua yang tiba-tiba muncul, beramah tamah lalu kita kasih uang. Bapak tua ini kebetulan bisa berbahasa Belanda, jadi saya balas lah sedikit-sedikit.



Intermezzo
Makan Pagi di Mbah Jingkrak
Well sebenarnya tidak persis di Mbah Jingkraknya sih. Rupanya menu Mbah Jingkrak terkenal dengan level sambalnya, jadi yah sepertinya tidak cucok untuk menu anak-anak. Jadi saya memilih menu dari papan resto sebelah, Bentuman . Gaya western, tapi enak kok. Dan ternyata, Bentuman justru lebih dulu didirikan ketimbang mbah Jingkrak.

Tempatnya juga nyaman dan luas. Yang menarik, di sana ada lele sebesar buaya. Gede banget. Ada kali semeter (buaya lebih panjang kali yaaa hehehe). Di bagian belakang juga ada kandang-kandang burung (plus burungnya). Buat anak-anakku sih ini dah keren banget. Buat kami, harganya bersahabat, bok!



3.       Masjid Agung Jawa Tengah
Jadi jika Anda baru pertama kali ke Semarang dan ingin ke masjid Agung yang terkenal itu, pastikan sebut dengan lengkap pada sopir Anda, masjid Agung Jawa Tengah atau Masjid Agung Propinsi. Konon, karena ada banyak sekali masjid agung atau raya, bisa sampai berebut imam di hari-hari besar loh. Oalah.

Dan masjid yang satu ini memang jelas bedanya dengan masjid-masjid yang lain di Semarang. Letaknya agak pinggir kota, tapi kalau melihat luasnya ya ga heranlah kudu minggir sedikit. Memang kompleksnya luas sekali. Ga tahu ya apakah sebesar masjid Istiqlal atau tidak. Salah satu yang membuatnya istimewa adalah, masjid itu juga punya payung raksasa seperti masjid di Madinah. Sayang, saat kami datang, payungnya menutup. Mungkin karena sepi, padahal panas banget loh. Lantai marmer serasa api saat dipijak. Jadi deh sesi foto-foto agak melipir sedikit. Masjid itu memang jadi objek menarik untuk foto-foto. Malah ada yang foto prewed sepertinya di sana. Eeaa ... asal jangan sambil pegang-pegang aja.

Saat shalat di dalamnya, kebersihan cukup terjaga. Awalnya saya agak takut akan tersesat saat mencari tempat wudhu dan shalat, tapi petunjuknya cukup jelas bagi saya yang suka nyasar.

Selain bangunannya, lagi-lagi daya tarik sebuah masjid adalah beduk yang besar dan ada mushaf Alquran yang besar pula. Dan entah kenapa, kayanya lazim banget pasang jam bandul tua di masjid. Harusnya jadi barang antik, tapi kalau melihat jumlahnya di masjid ini, kok kaya bukan barang antik lagi. Banyak soalnya.

Saya tidak tahu apakah ada fungsi lain yang dilaksanakan di masjid ini. Berharap ada perpustakaan sebagai pusat kajian islam dan lain-lain sih. Kios-kios suvenirnya juga kurang variatif, ah gimana sih cara bikin suvenir, lama-lama gue bikin sendiri nih.



4.       Klenteng Sam Poo Kong
Sore akan segera datang, kami menuju tujuan terakhir. Klenteng Sam Poo Kong. Sebenarnya saya penasaran ingin melihat masjid yang dibangun oleh laksamana muslim itu di komplek klenteng tersebut.

Ketika masuk area komplek, rasanya saya tengah berada di pelataran Istana Terlarang hahaha ... mungkin kalau di Istana Terlarangnya lebih keren lagi kali ya ... Ada sekitar 5 bangunan besar berciri tionghoa di sana. Dari bangunan pertama yang sepertinya difungsikan sebagai tempat jemaat beribadah jika sedang ramai—mungkin semacam balkon VIP saat nonton balapan, saya menangkap satu bangunan paling besar dengan lafal Allah dalam tulisan arab di tepi atapnya sebagai si masjid. Masjid yang dibangun Sam Poo Kong itu memang tidak lagi difungsikan sebagai masjid, tapi dari arah bangunan tersebut yang miring sendiri, saya tahu itu masjidnya. Pada monumen Cheng Ho sendiri tidak disebutkan terkait pembangunan masjid ini, pun tidak disebutkan bahwa beliau seorang muslim yang membangun masjid dan klenteng bersisian sebagai sarana beribadah para awak kapalnya. Hmm sepertinya saya harus ke Surabaya kalau mau shalat di masjid Cheng Ho. Oh iya, ternyata lafal Allah itu bukan tulisan arab melainkan gambar naga yang meliuk. Dari jauh terlihat seperti lafal Allah, entah kebetulan entah saya saja yang sok nyambung-nyambungin hehehe, soalnya hanya ada di bangunan eks masjid itu.


Jika saya perhatikan memang ada bangunan-bangunan baru dan fasilitas seperti gerbang untuk para difabel dan orang lansia juga patung-patung baru, dan semuanya tertera pembuatnya atau sumber dananya. Kebanyakan nama-nama para konglomerat dengan latar belakang perusahaan yang sudah tidak asing lagi.


Tiga klenteng (termasuk eks masjid) itu dipisahkan oleh kolam panjang karena memang tidak bisa dimasuki langsung, harus membayar (lagi) sekitar Rp40000,- per orang kecuali bagi yang hendak beribadah. Kalau malam mungkin lebih romantis kali ya dengan banyak lampion dan lilin-lilin yang dinyalakan di dalam klenteng, atau mungkin sudah tutup hehehe ...

HTM: Rp4500,- per orang. Anak-anak GRATIS




Intermezzo
Makan Malam di Pasar Semawis
Pasar Semawis adalah semacam bazar kuliner yang diadakan setiap akhir pekan di daerah Pecinan Semarang. Bagi tempat yang menjadi salah satu tujuan wisata dan masuk dalam program Visit Semarang, aku rasa perlu ada menu halal yang jelas hehehe. Maklum lah, di sana banyak penjual masakan ayam tapi juga jual masakan babi. Jadi kami berjalan cukup dalam di sepanjang jalan Semawis, guna mencari makanan yang aman walau tidak berlabel halal. Dapatlah ayam bacem lalu kami duduk di kursi dan meja plastik diiringi bunyi-bunyi burung walet yang sepertinya bersarang di atap rumah-rumah tua di kiri-kanan jalan itu.

Lucu juga sih suasananya, mengingat saya jarang lihat yang berjilbab di sana. Ada karaokean di tenda gitu, serasa lagi di Cina daratan-ketahuan banget gue jarang ke daerah Kota. Ramai tapi tidak riuh, jadi masih bisa ngobrol-ngobrol biasa.




Itu saja ulasan wisata rumah ibadah di Semarang, sebenarnya ada lagi. Yang katanya klenteng tertinggi di Indonesia, tapi tempatnya agak jauh, sudah bukan di kota lagi. Yah sudslah. Ini juga sudah banyak. Serasa bertualang singkat dari Arab, Belanda, lalu ke Cina.