Kamis, 27 April 2017

KAMYStory: Memelihara Binatang di Unit Apartemen




"Ami ... lihat niy" seru Safir saat baru keluar dari pintu kelasnya di Gen Cerdik. 
Saya melihat sebungkusan plastik bening dengan air ... Itu kaan ... 
"Aku dapat ikan." Safir menuntaskan kalimat di pikiran saya. 
Waduh, mau ditaruh di mana lagi nih ikan.

Ikan pertama yang didapat Safir

Rumah kami atau lebih tepatnya unit kami di Kalibata City memang sangat selektif memilih apa yang berhak menetap di dalamnya. Saking 'luasnya' kami memilih tidak memiliki sofa, rak terbuka, dan meja. Jadi ketika si anak laki-laki satu-satunya dari tiga bersaudara ini mengusung kantong ikan dengan hati gembira, saya gundah.

Bagi saya, memelihara binatang adalah sebuah komitmen. Seperti yang ditekankan ibu saya setiap kali mengingatkan anak-anaknya terkait keengganannya memelihara kucing yang senantiasa datang silih berganti ke rumah. "Kalau binatang itu mati karena kita lalai, kita berdosa."

Maka saya pun bergidik. Ikan bukanlah keahlian saya. Dan ikan, lebih mudah mati ketimbang kucing. Bagaimana kalau ikan itu mati?

Namun saya bergeming. Saya tempatkan ikan hasil 'tangkapan' Safir di toples bekas selai, dan terenyuh saat Safir tak henti-hentinya memandangi ikan itu. Dibawanya toples itu di samping kasurnya yang tanpa rangka agar bisa dipandangnya sebelum tidur.

Esok harinya saya belikan makanan ikan. Malamnya, ikan itu mati. Duka pertama untuk anak itu. 

Kenangan dan keinginan untuk memiliki ikan tak kunjung padam walau sudah berulangkali saya katakan bahwa kami tidak memiliki prasarana yang memadai untuk itu. 

"Tunggulah ... Nanti... kalau kita sudah punya rumah di tanah. Barulah kita pelihara binatang...."
Namun, entah karena tren atau apa, tanpa dibeli pun, Safir tetap saja mendapatkan kantung-kantung berisi ikan. Dan walau telah berganti-ganti wadah, ikan-ikan itu singkat saja usianya. 

Kemudian, hari itu datang. TK nya melakukan outbond dan Safir sudah melihat anak-anak dari TK lain menenteng ikan sebelum pulang. Rasa kasihan melanda saya,  dan memberinya izin membeli ikan cupang dengan anggapan, setidaknya daya tahan ikan itu lebih lama. Eh ternyata, menjelang naik bus, Safir diberi tanda mata ikan mas. Tiga ekor ikan sekaligus. Dan saya pun pusing. Apalagi si ikan mas ukurannya cukup besar. Saya lalu mengeluarkan satu-satunya toples kue kering.

Saya gelisah. Bagaimana caranya agar ikan-ikan dapat bertahan hidup? 

Kegelisahan saya baru sirna setelah dua hari. Ketika suami berkesempatan membawa anak laki-laki saya itu ke ACE Hardware. Berdua saja. Ah ya, terkadang saya lupa, ketika sedang galau soal aksesoris rumah, jawabannya hanya satu, datang saja ke ACE Hardware. Saya sering terkejut melihat alat yang saya pikir hanya dalam bayangan, ternyata sudah diciptakan. Seperti penyedia puzzle pelengkap di setiap gambar yang belum sempurna. Apalagi letaknya tak jauh dari Kalibata City, hanya satu kali angkot, 15 menit. Benar-benar helpful place bagi kami.

Salah satu hasil perburuan di ACE Hardware. 

Tak butuh waktu lama, kedua lelaki di rumah saya itu pun pulang membawa dua fish bowl dan alat pencipta gelembung dengan bangga. Memang si ikan mas tidak bertahan lama, karena sempat salah asuhan. Tetapi kemudian, kami segera membeli ikan pengganti dan bertahan hingga sekarang. Sudah hampir 4 bulan. Tiga ikan ini menjadi penghuni tambahan di rumah kami. Walau tak bisa dielus, walau tak diberi nama, semoga cukup nyaman ya 'rumahnya'. Apalagi ACE Hardware tengah bersiap membuka gerai di Kalibata City Square, so excited to wait till June 2017.



Jumat, 21 April 2017

JJS: 1 Ami dan 3 Anak di Big Bad Wolf Jakarta 2017


Kalau tidak dapat tiket VIP, ya ga datang.
Begitu saya membatin. Antara mau datang atau tidak. Maklum lokasinya jauh tenan, kayanya ongkos sama belanjaan bisa nyaris sama. Namun kurang dari seminggu dari acara preview Big Bad Wolf Jakarta 2017, saya mendapatkan email, tidak hanya satu tapi dua email yang menyatakan bahwa saya mendapatkan 1 tiket VIP. Artinya saya dapat 2 tiket yang berlaku masing-masing tiket untuk dua orang. Namun, karena teman-teman pecinta buku pun sudah dapat tiket VIP, jadilah hanya saya dan tiga anak yang meluncur ke ICE BSD City. 

1. Perbekalan
Saya menyadari bahwa biasanya di book fair semacam itu tidak boleh membawa makanan dan mnuman, jadi saya menghindari membawa berkotak-kotak fastfood untuk disantap. Jadi, saya siapkan bekal makanan berat di tas sekolah anak-anak agar mereka cukup diberi bekal untuk di perjalanan yang menurut google map akan tercapai dalam 1 jam 20 menit. Susu dan jus plus air mineral juga disediakan. Diumpet-umpetin sama tumpukan baju ganti, biar kalau diperiksa, ga ketahuan hehehe ... Strateginya  berhasil untuk anak 1 dan 2, sedangkan yang batita, terlewat jam makan siangnya dan akhirnya, muntaaah .... 


2. BSD itu Serpong ya ... Bukan Bintaro
Oke, ini mah sayanya aja yang dodol hehehe .... Pengemudi taksinya pun tidak mengerti bahasa Inggris. Saya bilang Ice BSD, dia pikirnya Ace B ... halah ... Dan karena ga nyambung inilah, taksi biru itu keluar di tol Bintaro. Dikasih google maps, ga paham. Gedubrak. 
Kenapa saya pilih taksi ketimbang taksi online? Yah, ga kenapa-napa sih, lebih gampang ketemu aja. Lagipula seringkali, anak-anak sok-sokan mau duduk di baris ke-3 tapi kemudian satu-satu balik ke baris tengah dengan muka pucat dan keluhan pusing ^^


Simak baik-baik aturan di BBW JAKARTA 2017 ya

3. Siang itu Jam Padat
Finally, kami sampai. Waktu menunjukkan pukul 1. BBW diselenggarakan di hall 7—10 Ice BSD City dan ada tiga acara yang digelar di Ice BSD. Saya sarankan, masuk ke hall 6 tempat Disney On Ice, jika menggunakan taksi online, karena pintu masuknya di hall 7. Kalau mengikuti marka jalan, kita akan berhenti di hall 10. 

Sesampai di sana, saya ambil tiket di stan Mandiri dan ternyata masih termasuk 25 orang pertama yang mendapatkan voucher RP50000,- untuk belanja di BBW. Alhamdulillah. Anggap aja diskon taksi offline hehehe

Lalu saya ambil lagi tiket di lobi BBW. Walau anak di bawah 12 tahun sebenarnya tidak pelu menggunakan tiket VIP pass, tapi ya saya tebus saja, siapa tahu dapat info (atau goodiebag) tambahan ^^

Setelah mengosongkan kantong kemih, waktunya anak-anak makan camilan sebelum masuk, sekalian melemaskan kaki setelah lama duduk di taksi. 


4. Baru berhenti Saat Keranjang Sudah Sering Jatuh
Begitu kami masuk, waaaah .... ini toh Big Bad Wolf. Rasanya ingin berenang-renang di antara buku-buku. Baru masuk, sudah menemukan yang menarik. Ada yang cemberut karena tidak langsung dapat yang disuka. Mereka bingung juga saat disuruh mencari buku tapi kenapa banyak sekali mejanya. Apalagi ketika saya beritahu bahwa buku anak yang terletak paling jauh dari pintu masuk itu, bermula dari belakang hingga ujung dekat kasir. Tapi senyum anak-anak merekah, ketika saya bilang, "Ambil saja mana yang suka, masukkan keranjang." Biarin deh, biar merasakan namanya belanja kalap. Tapi mereka yang dorong keranjangnya. 

Tadinya saya mau sok-sok an buka jastip buku, tapi ya ... yang datang ke preview itu banyak banget ya orangnya. Ini mah namanya curi start buka pameran hehehe .... orang lalu-lalang. Setiap kali saya memfoto buku untuk satu (ya, satu saja cukup) orang teman saya, saya pasti akan celingak celinguk menghitung anak. Yang di stroller juga dipastikan masih di tempatnya. Jangan sampai kalap buku, anak ga tahu nyantol di mana. 

Moral of tarik keranjang sendiri adalah, anak-anak itu jadi capek sendiri. Lelah, tak mau ambil buku lagi. Dan pada saat itulah, saya tanyakan kesungguhan mereka, mana yang lebih mereka pilih untuk dibeli. Tak lama, keranjang saya berkurang separuhnya. 

Awalnya saya menawarkan anak-anak untuk sekadar minum-minum di area makan di ujung lain dari kasir, tapi karena keranjang harus 'parkir' di dekat area bouncing (ya, ada tempat main di situ, seharga Rp60000 per orang) dan anak-anak jadinya malah mau main, saya pikir ah sudahlah langsung mengantri saja.

Penggila buku ya ketemunya di acara buku. Reuni singkat dengan Kak Aio


5. Ngantrinyaaa #auuwsome
Berdasarkan informasi dari tetangga yang sudah datang dari pagi, BBW yang juga disponsori sangat oleh Mandiri, menyediakan fastrack bagi pengguna mandiri debit atau kredit. Tapi ... ada caranya niy bapak-bapak, ibu-ibu ... Datangi stan mandiri yang terletak tidak jauh dari tempat antri, antri di sana untuk mendapatkan nota fast track dengan menukarkan poin fiesta Anda. Sebenarnya fiesta poin itu juga bisa digunakan untuk ditukar dengan buku-buku yang disediakan di stan Mandiri tersebut. Nah setelah dapat nota fasttrack, mengantrilah di tempat yang disediakan.

Kenyataannyaaaaa .... lorong fast track itu ga dijaga sehingga bercampurlah orang-orang antri di situ sehingga jadi puanjaaaaaang sekali. Banyak yang mengira bahwa mengantri di fastrack hanya cukup memiliki mandiri debit. Bukan oh bukan. Akhirnya saya stuck 2,5 jam ngantri. 

Saya teringat ibu-ibu hamil yang ketika sudah hampir mencapai lorong fast track barulah muncul petugas yang menanyakan apakah dia sudah memiliki nota fast track. Dilalah, ketika dia bilang tak punya dan hendak mengambil nota tersebut, layanan notanya sudah tutup. Ya ampuuun ... setelah dua jam ngantri tapi ga bisa masuk? 


Anak-anak? Hmm dari semangat maju sedikit demi sedikit. Lalu mulai usil masuk-masuk kolong meja. Nyanyi-nyanyi ga jelas. Saling bertengkar. Kelaparan, dan akhirnya saya keluarkan semua perbekalan di dalam tas. Suapin nasi, susu. Daripada jadi pada masuk angin. Karena AC  nya dingin juga loh walau dihuni begitu banyak orang. Cobaan banget niy buat anak n emaknya.

Cobaan tidak berhenti di situ. Setelah hampir sampai kasir setelah dua jam, anak-anak mulai mengeluh tidak senang, menganggap ini semua cobaan setan, meminta sesuatu yang ga jelas apa karena belum  bisa ngomong dan di antara keluhan itu ada yang pup aja gitu di popok ... Eeeaaa ... 

Walau kasir di depan mata saja, bisa lama loh ngantrinya. Ya, yang belanja bisa beberapa troli dan keranjang sekaligus, sedangkan kasirnya tuw kaya bagian kasir khusus layanan tunai dan keranjang. Ambil barang, ambil scanner, ketik spasi, taruh scanner, ah banyak geraknya. Plus jangan samakan dengan belanja bulanan ya, yang ada beberapa item yang sama. Kebanyakan dari belanjaan orang-orang yang beraneka ragam, jadi yah serasa manual lah. Belum lagi, sebentar-sebentar di sana –sini kasirnya melambaikan kartu SUPPORT. Komputer Error. Lelah menerima terlalu banyak uang hehehe ... 


6. Kamar Ganti Bayinya Mana? 
Alhamdulillah kelar juga bayar membayar. Alhamdulillah juga bawa stroller, belanjaan tinggal dicantel. Walau ada yang menyewakan sih troli gede dan ada porternya segala loh. Lalu ada juga layanan TIKI, yang habis belanja tinggal kirim, ga perlu tenteng-tenteng lagi. 

Tapi yang terpenting saat ini adalah toilet lagiii .... Si kakak kebelet pipis, yang anak tengah juga tapi begitu lihat antrian dan kenyataan bahwa anak cowo satu-satunya itu harus buang air kecil di kamar mandi wanita membuat dia urung. Jadi saya suruh si kakak antri dan urus sendiri sementara itu saya di luar ruang toilet mengganti popok di bungsu. Sambil ngumpet-ngumpet di balik stroller. Untung pup nya mudah dibersihkan (dengan menggunakan banyak sekali tisu basah ^^'). Si anak tengah saya minta memberi info kalau-kalau kakaknya sudah masuk toilet, karena sistem  toiletnya yang diputar keluar semprotan langsung ke arah ybsitu loh. Buat anak-anak kan suka ga pas ya. Jadi seusai urusan popok, saya langsung cari si sulung yang ternyata baru masuk dan akhirnya bisa bantu, sementara anak tengah jaga adiknya di stroller di salah satu pojokan toilet (ribet ya bok!). Si tengah kemudian saya paksa juga buang air kecil, di situ, Cuma yah basahin tisu deh. Daripada nyemprot ke muka ... Hadeuh, pe er banget ya nyediain toilet untuk anak-anak. 


7. Makan Malam Sekadarnya
Perjalanan pulang masih jauh, jadi saya pikir mau makan dulu. Tapi stan makanan di area lobi itu Cuma satu, So Nice. Begitu juga stan minuman. Ya sudahlah, daripada ga makan. Walau kayanya tema hari ini sosis dari pagi sampai malam hehehe .... Dan anak-anak on lagi. Jumpalitan ke  sana kemari. Sayanya? Lelaaah. 

BBW juga bekerja sama dengan Grab, jadi ga usah khawatir pulang ya. Tapi semalam saya naik taksi offline lagi, karena sempat ga ada yang mau ambil order saya. Begitu saya masuk taksi eh malah ditelepon sama driver Grab. Lah, ternyata belum tuntas saya cancel-nya. 


8. Kapok? 
Tahun ini, cukup ya ke BBW nya hehehe ... Nabung lagi untuk tahun depan. Memang sih ngantrinya bikin kapok, tapi buku yang didapat memang sesuai bayangan saya. Yang terjangkau, interaktif untuk anak-anak, dan unik buat kado hehehe dan selalu ada koleksi klasik yang memanggil-manggil saya untuk dibeli hihihi ... Percaya atau tidak, saya hanya beli koleksi Enyd Blyton untuk diri saya sendiri. Novel ga dilirik dulu, padahal banyak edisi boxset yang harganya waw murah banget. 

Next year, ke BBW nya sama orang dewasa aja deh. Biar begitu masuk langsung ada yang ngantri hhehe tinggal saya lari-lari cari buku. 

Minggu, 16 April 2017

Everybody’s Hurt di “KARTINI”


"Ibuuu!" jerit seorang gadis kecil sambil ditarik-tarik dua anak laki-laki.
"Panggil Nyi!" kata salah satu anak laki-laki yang sepertinya sudah hendak remaja.
"Itu ibu kita!" tangis si gadis pecah. 

Film Kartini seolah hendak memberikan tempo lambat dengan sorotan kaki dan lutut yang bergantian memasuki lantai, tetapi yang terjadi tak lama dari itu adalah ... banjir airmata. 

Kartini yang disutradarai Hanung Bramantyo ini mengambil kisah Kartini sebelum menikah. Bahwa Kartini sejatinya telah menjadi 'Si Kartini' sejak kecil. Dia mengembangkan sayapnya sendiri dan kemudian tetap melambung terbang walau akhirnya menikah. 

Namun, Kartini tidak bangkit sendirian. Jika kunci menuju 'pintu keluar' kamar pingitan tidak diberikan oleh masnya, Kartono, mungkin dia masih merutuki dalam gelap terkait tradisi menuju seorang Raden Ayu. Dan Kartini mungkin tidak akan mendapat kesempatan meraih pendidikan Belanda saat kecil, jika romonya tidak menikahi seorang putri bangsawan sebagai istri kedua. 

Masing-masing generasi wanita Jawa dengan caranya sendiri berkorban demi kehidupan keturunannya yang lebih baik.

Beberapa waktu buat Daun Semanggi, ternyata Het Klaverblad merupakan nama pena Kartini bersaudari

Perjuangan yang nyata memiliki halangan yang nyata pula bagi Kartini, tetapi karena diambil dari kehidupan nyata, tak ada orang yang benar-benar ditokohkan jahat murni, semuanya memiliki alasan yang tak kalah pilu. Dengan kata lain, semua orang punya lukanya sendiri walau tujuannya sama. 

Film yang dibuka dengan airmata ini, ditutup dengan airmata pula. 

Sudah lama ingin lihat film Kartini, karena sempat ada penawaran pre screening bareng alumni FIB UI tanggal 7 April lalu. Sayangnya, waktunya ga cocok sama ibu-ibu. Eh masih diberi rezeki nonton saat tawaran pre screening muncul di grup Komunitas Emak-emak Blogger, boleh bawa teman lagi. Waktu dan tempatnya pun cucok. Dan saya pun cuss ke cinema XXI hollywood. 

Yang saya perhatikan di sini adalah Dian Sastro yang memang banyak menggunakan bahasa Belanda walau pernah berkeliaran di kampus yang sama dengan Distro di FIB UI, sayalah yang mengambil jurusan bahasa Belanda. Dan bagi saya, pengucapan Dian di film ini bagus sekali. Ga jadi deh mau saya kritik. Terbayang latihannya. 

Cara Hanung meramu momen-momen Kartini saat melahap buku dan berkorespondensi pun cukup menarik. Kita dibawa ke imajinasi Kartini dan kemudian turut merasakan besarnya keinginan Kartini untuk pergi ke Belanda.

Saya tergelitik ketika mendengar sebaris dialog saat ayah Kartini ditentang keluarganya terkait beasiswa pendidikan Kartini ke Belanda. "Kalau dibiarkan, nanti ditiru orang miskin. Nanti bisa ada anak tukang kayu jadi raja!" ^^

Saya punya kebiasaan tidak membaca siapa saja para pemainnya dalam sebuah film sebelum menonton, jadi saya terkaget-kaget bahkan hingga credit title. Eh ternyata ada Djenar, eh ternyata ada Reza Rahadian (orang ini ada di mana-mana yak), eh ternyata itu Acha Septiasa. Dan jangan lupa, Christine Hakim juara aktingnya. 

Keluar dari bioskop rasanya ingin segera melahap lebih banyak lagi tentang Kartini. Teringat akan buku kumpulan surat Kartini yang merupakan hadiah tapi lama tak disentuh. Belum lagi bakal ada novel Kartini  yang bersanding dengan filmnya dan akan diterbitkan oleh noura Publishing tak lama setelah filmnya resmi meluncur di bioskop-bioskop. Must have. Biar semangat jadi perempuan. 

Walau Kartini tidak jadi mengambil beasiswa pendidikan ke Belanda, tetapi kini di Belanda justru tertera namanya sebagai nama jalan. Jadi bagaimana cara kita mengapresiasi perjuangan Kartini? Tentu lebih dari menjadikan tanggal 21 April sebagai hari kebaya nasional kaaan ^^

Menulisi Kutipan Kartini di tas. Iseng ^^

"kita bisa menjadi manusia sepenuhnya tanpa berhenti menjadi wanita sesungguhnya." R. A. Kartini. Namun semua itu perlu usaha, perjuangan. 

Seperti kata Mas Kartono, "jika cita-cita bisa dihadiahkan, kamu tidak akan bisa jadi Pandita Ramambai"





Rabu, 12 April 2017

RABUku: Mencari yang Baru di Markas Gema Insani Press


Belanja buku selain di toko buku, saat pameran, atau via online, sejatinya bisa dilakukan di penerbitnya langsung. Beberapa penerbit di Jakarta, memanfaatkan sedikit ruang di bagian depan sebagai display buku. Salah satu keuntungannya, saya dapat melihat visi misi sebuah penerbit secara lebih utuh. Mengingat seringkali penerbit menggunakan banyak merk di setiap genre terbitannya, sehingga tidak serta merta tahu bahwa sebenarnya berasal dari rumah yang sama. Selanjutnya yang lebih murah, saya jadi bisa melihat koleksi lama yang sudah tidak ada lagi di pasaran. Intinya sih ini semacam pre gudang yang ditata lebih manusiawi hehehe ... 

Beberapa bulan lalu, saya berkesempatan mampir ke markas Gema insani Press. Ini kali pertamanya, walau sudah lama saya tahu kalau GIP berada tak jauh dari tempat tinggal saya di Kalibata City. Hanya saja, akses ke sananya tidak ada angkot langsung. Harus berjalan dengan jarak lumayan ke bagian dalam gang. Angkotnya Cuma perlu 5 menit, jalannya bisa 15 menit. Makanya begitu ada yang mau ke sana, saya semangat nebeng. 

GIP sudah lama dikenal dengan produksi buku bernapaskan Islam baik untuk dewasa maupun anak-anak. Saya sebenarnya tidak ada bayangan ingin membeli apa, karena menurut ingatan saya, kategori buku anak islami di rumah saya sudah hampir mencakup semua topik. Jadi saya lama berkeliling pelan di ruangan yang tak lebih dari 4x8 itu. Sambil nostalgia. Dulu semasa jadi editor di penerbit sebelah, jika tidak ada ide atau bosan, saya menikmati waktu berjalan berkeliling tumpukan buku. Menelaah judul demi judul, mencari apa yang unik dari masing-masing buku. 

Ternyata tak butuh waktu lama, saya sudah membawa setumpuk buku ke kasir. Malah sempat dikurangi karena saya baru sadar tidak bawa uang cukup. Malu-maluin aja hihihi

1. Serial Shahabiyah
Awalnya saya rada skeptis mau ambil buku ini karena ingin cara penceritaan yang bukan sekadar historis. Anak-anak terkadang cepat bosan atau malah jadi ga dapat feel-nya. Namun kemudian saya curiga, kok ilustrasi depannya modern. Padahal judulnya para shahabiyah. Rupanya kisah para sebahagian ini tidak serta merta diceritakan, melainkan mengambil adegan masa kini yang berkaitan dengan judul yang dimaksud. Serial ini terdiri dari 9 judul: Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Asma binti Abu Bakar, Umum Umarah, Umum Salamah, Fatimah binti Muhammad, Zainab binti Muhammad, Sumayyah binti Khabath, Al-Khansa. 

2. 3 Kota-kota suci Islam
Biasanya buku islam mengambil tokoh-tokoh tertentu untuk menceritakan suatu peristiwa. Nah, buku ini menggunakan kota-kota suci umat Islam untuk menceritakan berbagai peristiwa beserta tempat dan bangunan yang terkait dengan hal itu. Jadi rindu ingin ke kota suci deh. Sesuai serinya, ada tiga judul yang tersedia: Makkah, Madinah, dan Baitul Maqdis

3. Serial Fiqh 4 kids
Nah kalau yang ini pembahasannya lumayan umum niiy, tapi untuk usia yang lebih besar alias usia SD ke atas. Ada sepuluh judul untuk serial ini, di antaranya: Halal & haram dan Zakat.

4. Where Should I Put This
Saya agak bertanya-tanya saat mengambil buku ini. Benar niy cetakan GIP? Kok tumben terkait belajar bahasa Inggris. Tapi saya ambil juga untuk bahan perkenalan ke anak-anak karena secara tidak langsung bicara tentang preposisi. Maklum, belum les bahasa inggris. 


Rasanya saya masih ada yang tertinggal di sana hehehe yang dipisahkan karena uangnya tidak cukup. Next time lah yaa ... islamic Book Fair kan bakal digelar 3 Mei mendatang. 

Rabu, 05 April 2017

RABUku: (Telat Tahu) Pengen Jadi Baik 1-3

Serial Pengen Jadi Baik karya SQU

Iya memang, saya telat banget tahu tentang buku 'Pengen Jadi Baik'. Well, tahu siy, tapi ga punya keberanian belinya. Takut diceramahin hehehe ... Hingga kemudian ol shop milik kawan saya memajang ketiga buku ini di antara judul-judul lain yang sedang promo. Karena semangat promo, saya beli tiga judul sekaligus. Pikir saya, yah kalau ga suka isinya bisa disumbang ke perpustakaan masjid. Kebetulan masjid Nurullah kalibata city tengah membuat pojok anak. Namun, sepertinya saya berubah pikiran hihihi .... 

Saya selalu suka dengan komik fragmen islami, walau yang isinya sindiran nyelekit bahkan malah memancing kebencian bertebaran, membaca buku Pengen Jadi Baik ini malah terasa adem di hati. Dengan kisah yang diambil dari keseharian si ilustrator, SQU dan mungkin juga didukung oleh karakter personal ilustrator dan keluarganya yang memang ga kasar,  fragmen-fragmen yang dipaparkan pun ga bikin saya cemberut karena merasa diceramahin. Mengambil ide dari hadits-hadits shahih, SQU sukses membuat saya mengingat-ingat kembali pelajaran di madrasah yang saya jalankan sepulang SD.

 Bahkan sesederhana makan dan minum tidak boleh berdiri dan pakai tangan kiri. Sekarang setiap kali, saya ambil gelas dan berhubung di rumah tidak ada bangku, saya terngiang-ngutang ucapan si K yang bertanya-tanya mengapa banyak sekali orang yang makan dan minum sambil berdiri padahal sudah ada hadits terkait hal tersebut. Jadinya, saya pakai gaya kuda-kuda deh kalau mau minum ^^' Dan jadi lebih aware mengingatkan pada anak-anak. Padahal sebelumnya, saya rada melengos melihat orang yang tiba-tiba jongkok di pinggir jalan untuk minum.

 Itu baru satu fragmen loh ya. Masih banyak fragmen lain yang membuat saya sadar bahwa ada begitu banyak sunnah Rasul yang belum saya jalankan. Bukannya sok-sok an mau jadi orang shaleh atau gimana, kebetulan saya sedang dalam keadaan merasa banyak sekali melakukan hal yang salah. Dan biasanya cara saya adalah menambah hal-hal positif agar lebih mudah hatinya mengubah perilaku yang negatif. Buku ini adalah salah satu caranya. 

Menariknya, buku Pengen Jadi Baik ini diterbitkan oleh dua penerbit. Buku ketiga malah dari penerbit self publishing. Jadi mungkin untuk buku ketiga lebih banyak beredar di online shop kali ya. Sebagai informasi tambahan, SQU tidak pernah mengenyam pendidikan desain secara formal loh, sehari-hari bekerja sebagai pns. Tapi tidak mengurangi kekaguman saya dengan garis-garis sederhananya. Seperti tengah membaca karya kakak-kakak saya sewaktu saya kecil. Hangat dan personal. 


Buku ini dapat dipahami oleh anak saya yang duduk di kelas 1 SD, berbeda dengan komik islami lainnya yang sering saat hendak menjelaskan isi komiknya malah jadi belibet sendiri. Bisa jadi karena banyak adegan dialog bapak anak dan usia Kevin ga beda jauh usianya dengan sulung saya. 


Saya penasaran apakah akan ada seri ke-4. Karena pengen jadi baik itu kan tidak terbatas jalannya.